Kondisi Yang Memperbolehkan Tayamum

Tayamum diperbolehkan dengan kondisi tertentu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Dalam kondisi darurat disarankan bertayamum untuk menghilangkan hadas kecil dan besar. Ustadzah Herlina Amran MA, menegaskan, praktek tayamum harus dipahami setiap umat Islam yang sudah mukalaf.

Jangan sampai, umat Islam kehilangan nyawanya karena tak mengetahui praktek tayamum dengan baik. Perlu diingat bahwa tayamum tidak hanya menghilangkan hadas kecil saja, tetapi dalam kondisi dararut tayum bisa dilakukan terhadap orang yang memiliki hadas besar atau harus mandi wajib.

Dalam Kajian Muslimah (Kamus) Virtual dengan tema “Bersuci & Shalat untuk Pasien Covid dan Petugas Kesehatan yang Menggunakan APD,” Ustadzah Herlina mengisahkan, kekurangan pemahaman tetang tayamum pernah terjadi pada jamah Rasulullah.

Katanya, sahabat Nabi tersebut meninggal dunia setelah mandi besar menggunakan air, padahal ketika itu kondisi tubuhnya tak boleh terkena air. Namun sahabat itu memaksakan diri mandi karena merasa telah mengeluarkan mani dan harus mandi besar.

“Setelah selesai mandi itu beliau meninggal,” katanya.

Artinya dalam kondisi-kondisi tertentu, ketika mempergunakan air itu membawa mudarat sampai kehilangan nyawa atau sakit lebih parah, maka sebagai penggugur menghilangkan hadas besar itu hanya diperbolehkan dengan melakukan tayamum saja.

Ustadzah memastikan, praktek tayamum itu sederhana sekali. Mengambil tanah atau debu, lalu menempelkan ketelapak tangan kanan dan kiri, kemudian usapkan ke wajah, dan kemudia usapkan ke tangan kanan dan kiri.

“Tayamum sangat sederhana tapi ini dilakukan dalam kondisi darurat di dalam kondisi darurat tubihul-mahzurat.

Hal-hal yang gak boleh dilakukan ketika saat normal, itu boleh kita lakukan dalam kondisi darurat,” katanya.

Namun, kecuali ketika sudah sehat misalnya dalam waktu satu bulan atau dua bulan dan badan sudah boleh terkena air maka pada saat itulah wajib mandi, tanpa mengulangi lagi ibadah ibadah sholat yang telah dilakukan selama dalam kondisi darurat tersebut.

“Ini tayamum pengganti wudhu dan pengganti mandi,” katanya.

Selain terhadap orang yang darurat karena sakit, tayamum juga dibolehkan dalam kondisi dia sehat, ketika tidak memperoleh air atau mungkin air ada tetapi tidak mencukupi dan hanya untuk minum. Misalnya, ketika banjir, tidak bisa keluar air banyak, tetapi kotor itu diperbolehkan tayamum.

“Boleh melakukan tayamum atau seseorang yang luka atau sakit itu juga tayamum misalnya dirawat, kondisi yang betul-betul sangat sulit dan tidak dibenarkan untuk jalan atau berdiri atau bergerak, tidak boleh kena air itu cukup dengan tayamum,” katanya.

Dan misalnya, ketika ada air, tetapi airnya terlalu dingin sampai menyentuh derajat nol, seperti terjadi di beberapa negara yang mengalami empat musim itu juga bisa bertayamum. Jika menggunakan air itu dikhawatirkan akan jatuh sakit

“Itu kalau dikawatirkan jatuh sakit karena memang pernah mengalaminya maka boleh bertayamum,” katanya.

Bertayamum juga kata Ustadzah Herlina sapat dilakukan bagi tenaga kesehatan yang memakai APD. Mereka memang memiliki banyak air, dan sehat, namun ketika menggunakan air khawatir pada keselamatan diri karena Covid-19 karena harus melepas APD untuk wudhu.

“Ini sangat berbahaya maka cukup dengan bertayamum,” katanya.

Lalu seperti cara tayamum orang yang menggunakan APD? Ustazah Herlina menerangka, orang dalam kondisi tersebut dianalogikan seperti orang yang terluka. Artinya cukup mengusap APD seperti halnya mengusap perban yang menutup luka.

Memang kata Utadzah, dalam hal ini ulama fiqih berbeda pandangan. Namun Syafi’i menyarankan bertayamum dulu baru menyiramkan air di seluruh tubuhnya yang boleh terkena air.

“Bisa saja mengusap APD seperti halnya mengusap di atas perban terhadap kasus teman-teman medis di lapangan yang ada air tapi hawatir terhadap keselamatan diri atau keselamatan jiwa,” katanya.