Tata Cara Berwudhu Rasulullah Muhammad SAW Menurut Hadist Dan Para Ulama

Oleh : Prof .Dr, Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqi

Sahabat islam yang seiman, artikel berikut akan membahas bagaimana cara yang baik dalam berWudhu sebelum melakukan suatu ibadah sebagaimana dituangkan dibeberapa hadist sahih yang sebentar lagi akan kita bahas bersama , adapun hal tersebut adalah sebagai berikut :

Yahya Ibnu Umar berkata :

“ saya hadir diwaktu Amar ibn Abi Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid tentang cara wudhu Nabi. Maka Abdullah menyuruh dibawakan kepadanya suatu bejana minum ( suatu tempaian air dari tembaga atau batu ) yang berisi air, lalu beliau pun berwudhu untuk mereka, whudu Nabi dan beliau menuangkan air keatas tangannya dari tempaiyan itu , lalu membasuh tangannya tiga kali, kemudian memasukkan tangannya kedalam bejana dan bermdhmadhah , dan beristinsyaq, dan beristinsar ( menghembuskan air dari hidung ) dengan tiga cidukan. Kemudian beliau memasukkan tangannya dan lalu membasuh mukanya tiga kali . kemudian beliau membasuk kedua lengan dua kali hingga kedua siku. Kemudian beliau memasukkan tangannya lalu menyapu kepalanya, lalu beliau menghadapkan kemuka dengan kedua tangannya itu lalu menarik kebelakang, sekali saja, kemudian membasuh kedua kakinya hingga kedua mata kakinya “ ( HR Bukhary : 4 : 39 , Muslim 2 : 7 ; Lu’lu-u wal Marjan 1 : 63 ).

Abdullah bin Zaid memperlihatkan kepada orang yang bertanya bagagaimana Nabi berwudhu . beliau memperlihatkan wudhunya kepada Amar ibn Hasan dan sahabat-sahabatnya . maka mulanya beliau menuangkan air dari bejana keatas telapak tangannya, belau membasuh kedua tangannya hingga pergelangan tangan sebelum memsukkan tangannnya kedalam bejana tiga kali.

Kemudian beliau memasukkan tangnanya lau menyapu kepalanya . maka beliau menghadapkan kemuka dengan menyapu kedua tangan itu dan menarik kebelakang sekali saja.

Menyapu semua kepalanya dengan membawa tangannya kekuduk lalu kemudian mengembalikan dari belakang sampai kedahi . sekali saja dilakukannya. Kemudian membasuh kedua kakinya hingga kedua mata kakinya.

An Nawawi dalam ‘Syarah Muslim’ berkata : “ Madhmadhah dan istinsyaq kita disukai memubalaqhahkannya ( mengeraskannya ) , berkumur-kumur dengan sepenuh mulut dan memasukkannya ( menghirupkan ) air kebatang hidung dengan keras, terkecuali kalai kita sedang berpuasa . maka jangannlah terlalu dalam berkumur-kumur dan jangannlah terlalu dalam menghirup air kedalam hidung , mengingat Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At Turmudzy dan lain-lain dari Laqith, bahwasanya Rasulullah SAW berkata :

“ dan Berinstinsyaqlah dengan keras, terkecuali kalau engkau sedang berpuasa “

Ulama-ulama Syafi’iyah berkata : “ seberapapun air masuk kedalam mulut dan hidung , namun dipandang sudah ada madhmadhah dan istinsyaq “.

Dalam menetukan mana yang lebih utama terhadap cara madhmadhah dan beristinsyaq , mengenai hal ini ada lima pendapat yaitu :

Pendapat ke 1 : bermadhmadhah dan beristinsyaq dengan tiga cidukan . kita bermadhmadhah dari tiap –tiap cidukan itu tiga kali, kemudian kita beistinsyaq tiga kali juga .

Pendapat ke 2 : kita kumpulkan antra keduanya dalam satu cidukan air juga, kemudian dengan cara bermadhmadhah , kemudian kita beristinsyaq, kemudian bermadhmadhah, kemudian beristinsyaq, kemudian bermadhmadhah , kemudian kita beristinsyaq.

Pendapat ke 3 : kita kumpulkan kedua-duanya kedalam suatu cidukan air juga , dengan cara bermadhmadhah , kemudia kita beristinsyaq , kemudian bermadhmadhah, , kemudian beristinsyaq, kemudian bermadhmadhah, kemudian kita beristinsyaq.

Pendapat ke 4 : kita ceraikan antara madhmadhah dan istinsyaq dengan memakai dua cidukan air, yakni kita bermadhmadah dari salah satu cidukan tiga kali , kemudian kita beristinsyaq dengan cidukan yang satu lagi , tiga kali pula.

Pendapat ke 5 : kita ceraikan antara keduanya dengan enamkali cidukan , yaitu kita bermadhmadhah dengan tiga kali cidukan dan kita beristinsyaq dengan tiga kali cidukan .

Cara yang benar dari lima cara ini ialah cara yang pertama. Karena cara itulah yang terdapat didalam hadist-hadist yang sahih yang diriwayatkan oleh AL-Bukhori, Muslim dan lain-lain. Ulama-Ulama Syafi’iyah sepakat menetapkan , bahwa madhmadhah didahulukan atas istinsyaq, walaupun cara apa saja yang kita pakai. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang apakah mendahulukan madhmadhah itu sunnah, ataukah syarak. Menyangkut hal ini ada dua pendapat yaitu :

a. Mendahulukan itu syarat.

b Mendahulukan itu hanyalah Sunnat, sama dengan mendahulukan tangan kanan atas tangan kiri.

Hadist ini, menunjukkan kepada kita keharusan memperbarukan cidukan untuk tiap-tiap anggota wudhu dan menyatakan bahwa Nabi mencidukkan air dengan satu tangannya.

An-Nawawi berkata pula : “ Dalam riwayat ini , Nabi memasukkan sebelah tangannya saja. Dan sunan Abu Daud dan Al Baihaqi dari riwayat Malik , Nabi memasukkan kedua belah tangannya.

Dalam suatu riwayat Al-Bukhari dari riwayat Ibnu Abbas, Nabi mengambil air dengan atau tangannya dan menuangkannya kedalam tangannya yang sebelah lagi, lalu dengan kedua-dua tangannya itu, Nabi membasuhkan mukanya “.

An-Nawawi berkata lagi : “ Mungkin Nabi meciduk air dengan satu tangannya itu, adalah karena bejananya kecil. Kalau bukan demikian, menciduk dengan kedua belah tangan tentulah lebih mudah dan lebih banyak mendapat air, sebagaimana diterangkan oleh Asy Syafi’y .”

Pada Hadist ini kita dapat menemukan bahwa ketiga-tiga macam cara itu diperbolehkan, dalam pada itu, yang masyhur dan yang dinashkan oleh Asy Syafi’y dalam AL-Muwaithi dan Al-Mazani, bahwa yang disukai ialah mengambil air untuk membasuh muka dengan dua belah tangan . karena dengan demikian lebih cepat meratakan air.

Cara Wudhu Nabi SAW Menurut Hadist ( Mutiara Hadist )Ulama-ulama syafi’iyah berkata : “ disukai dalam membasuh muka , kita memulai dengan bagian atasnya .”

Hadist ini mengatakan bahwa menyapu kepala tidak berulang kali , walaupun anggota yang lain , dilakukan berulang. Tidak berulang kali kewajiban menyapu kepala , itulah mazhab Abu Hanifah dan Malik. Selain daripada itu, hadist ini menyatakan pula bahwa kita boleh membasuh sebagiannya satu kali, semuanya itu adalah Sunnah.

Hadist ini menyatakan lagi cara kita menyapu kepala bagian muka, lalu menariknya kebelakang dan dari belakang ditarik kemuka. Dalam pada itu , ulama-ulama Syafi’iyah berkata : “ disukai kita menolak tangan kemuka lagi adalah kalau kita berambut dan tidak teranyam. Kalau kita tidak berambut, tidaklah disukai lagi menolak kemuka.”

Al-Bukhary yang meriwayatkan Hadist ini cenderung kepada pendapat yang mewajibkan kita menyapu seluruh kepala , mengingat Zhahir Al-Qur’an. Ibnul Baththal berkata : “ seluruh umat islam sepakat menetapkan bahwa orang yang menyapu seluruh kepala , dipandang telah menunaikan kewajiban .“

Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang menyapu sebagiannya . karena itu , kita wajib menyapu seluruh kepala supaya tertunaikanlah fardhu dengan yakin. Muhyisunnah Al-Baghawy dalam Syarah As-Sunnah berkata : “ Zhahir Al-Qur-an mewajibkan kita menyapu seluruh kepala. Sunnah telah mengkhususkan dengan kadar ubun-ubun . karena itu tidaklah gugur atau terlepas kita dari fardhu , jikalau sapuan itu kurang dari sekedar ubun-ubun.”

Kemudian Hadist ini menyatakan , bahwa kita boleh memintakan pertolngan kepada seseorang untuk menyediakan air wudhu , sebagaimana menyatakan, bahwa menciduk air dengan tangan , dari air yang sedikit untuk bersuci , tidaklah menjadikan iar itu, air Musta’mal. Hal ini dapat kita pahamkan dari perkataan “ kemudian beliau memasukkan tangannya dan membasuh mukanya tiga kali “.

Mensyaratkan niat menciduk air , atau dengan meniatkan tangan sebagai gayung, tidaklah ditetapkan oleh hadist ini dan tidak pula dinafikan. Abu Awanah dalam Syahihnya berdalil dengan perkataan : “ kemudian beliau memasukkan tangannya kedalam bejana “, untuk menyatakan bahwa bersuci dengan air musta’mal boleh. Al-Gazzaly berkata : “ mencidukkan air dengan tangan , tidaklah menjadikan iar itu musta’mal. Pendapat ini dikuatkan pula oleh AL-Baghawy.

Mengenai cara menyapu kepala, para fuqaha mempunyai tiga faham :

Pertama (1), “ kita memulai ditempat mulai tmbuh rambut sebelah muka, lalu kita bawakan tangan kekuduk, kemudian kita kembalikan ketempat semula. Demikian pendapat Malik dan As-Syafi’i.”

Kedua (2), “ kita memulai dibagian kuduk, lalu kita bawakan tangan kemuka, kemudian kita kembalikan kekuduk lagi .“ golongan ini berpegang kepada lahir perkataan : aqbala dan adbara = menuju kemuka dan balik kebelakang. Menuju kemuka ialah , membawa membawa tangan kemuka dan balik kebelakang, ialah membawa tangan kekuduk. Cara ini bertentangan dengan tafsir hadist sendiri. Dalam satu riwayat terang dijelaskan bahwa : “ Nabi memulai dengan kepala bagian depan hingga beliau membawakan kedua tangannya ke kuduknya , kemudian beliau kembalikan kedepan ubun-ubun.”

Ketiga (3), “ kita memulai dari ubun-ubun lalu kita tujukan tangan kedepan , kemudian kita bawakan tangan kekuduk , sesudah itu kita kembalikan keubun-ubun.

Mengenai hal menyapu kepala ini telah dijelaskan dengan sempurna oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad yang keringkasannya adalah : “ tidaklah diperbolehkan keterangan yang shahih dari Nabi SAW . bahwa dalam menyapu kepala beliau mencukupi dengan menyapu sebagian kepalanya saja.hanya apabila beliau menyapu ubun-ubunnya , beliau menyempurnakan sapuan –sapuan itu diatas sorban. Dan beliau terkadang-kadang menyapu kepalanya , terkadang-kadang menyapu sorbannya, terkadang-kadang menyapu ubun-ubunnya dan menyempurnakan sapuan atas sorbannya .”

Didalam kitab Tahzibus sunan, Ibnul Qayyim berkata : “ berkatalah Ibnu Mundzir, kita boleh menyapu kepala diatas sorban saja , karena yang demikian itu ada diperbuat Nabi , Abu Bakar dan Umar .” Al-Jauzajany berkata : “ tentang Nabi menyapu sorban , diriwayatkan oleh salman al farisy, Tsauban, Abu Umamah, Anas, Al Muqhirah, Abu Musa dan dilakukan pula oleh Abu Bakar Ash Shiddiq. “

Umar r.a pernah berkata yang artinya : “ barang siapa tidak disucikannya dengan menyapu diatas sorban , maka tidaklah Allah menyucikannya “

Mengingat alasan-alasan ini, kita mengatakan , baik melengkapi seluruh kepala itu fardhu, ataupun sunnah, hendaklah kita melengkapi basuhannya, karena dengan demikian kita terhindar dari perselisihan paham ulama.

Sebagai kesimpulannya, Hadist ini menyatakan bahwa kita boleh berwudhu dari-bejana-bejana tembaga dan dari segala bejana-bejana lain yang suci. Dan Hadist ini menunjukkan bahwa kita disyariatkan membasuh kedua telapak tangan ini dipermulaan wudhu sebelum kita memasukkannya kedalam bejana . salain dari itu Hadist ini menerangkan juga cara bermadhmadhah , beristinsyaq dan beristinsar, sebagaimana menyatakan bahwa menyapu kepala hanya sekali, tidak berulang kali , serta menerangkan pula cara kita meyapu kepala.

Juga dpat dipahamkan dari Hadist ini bahwa meminrta bantuan dalam mengambil air wudhu , dibolehkan sebagaimana dapat pula dipahamkan bahwa menciduk air yang sedikit dengan tangan untuk bersuci , tidak menjadikan air itu , air musta’mal.

Demikian artikel ini semoga bermanfaat untuk kita semua dan semoga bernilai ibadah disisi Allah SWT. Aammiinnn…

“ Sekian dan Terimakasih “