Tata Cara Shalat Gerhana Bulan Dan Dalil Lengkapnya
PeciHitam.org – Sebagaimana diketahui bahwa gerhana matahari dan gerhana bulan merupakan fenomena alam yang menjadi tanda kebesaran Allah SWT. Biasanya, umat Islam melakukan shalat gerhana ketika fenomena ini terjadi, lalu bagaimana tata cara shalat gerhana bulan? Apakah ada dalilnya?
Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.
DONASI SEKARANG
Seperti yang kita ketahui bawa Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk shalat dua rakaat dengan dua Surat Al-Fatihah dan dua rukuk pada setiap rakaat dan disusul dengan dua khutbah kemudian shalat ini disebut shlaat gerhana bulan.
Untuk shalat gerhana matahari, ulama menyepakati hal ini sebagai tata caranya karena memang Rasulullah SAW mencontohkan demikian. Sampai di sini tidak ada masalah.
Adapun terkait cara shalat ini, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama menganalogikan cara shalat ini dengan cara shalat gerhana matahari. Sementara ulama lain menyatakan bahwa cara tata cara shalat gerhana bulan sama saja dengan cara shalat sunah lainnya, cukup dikerjakan sendiri-sendiri di rumah masing-masing.
Syekh Hasan Sulaiman Nuri dan Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki menjelaskan perbedaan pendapat ulama dalam Ibanatul Ahkam, Syarah Bulughul Maram sebagai berikut:
أما خسوف القمر فقالت الشافعية والحنابلة هي ركعتان في كل ركعة؛ ركوعان كصلاة كسوف الشمس في جماعة. وقالت الحنفية صلاة الخسوف ركعتان بركوع واحد كبقية النوافل وتصلى فرادى، لأنه خسف القمر مرارا في عهد الرسول ولم ينقل أنه جمع الناس لها فيتضرع كل وحده، وقالت المالكية: ندب لخسوف القمر ركعتان جهرا بقيام وركوع واحد كالنوافل فرادى في المنازل وتكرر الصلاة حتى ينجلي القمر أو يغيب أو يطلع الفجر وكره إيقاعها في المساجد جماعة وفرادى.
Artinya, “Shalat gerhana bulan, bagi kalangan syafiiyah dan hanbaliyah, adalah dua rakaat dengan dua rukuk pada setiap rakaatnya persis seperti mengamalkan shalat gerhana matahari secara berjamaah. Kalangan Hanafi mengatakan, shalat gerhana bulan itu berjumlah dua rakaat dengan satu rukuk pada setiap rakaatnya sebagai shalat sunah lain pada lazimnya, dan dikerjakan secara sendiri-sendiri. Pasalnya, gerhana bulan terjadi berkali-kali di masa Rasulullah SAW tetapi tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasul mengumpulkan orang banyak, tetapi beribadah sendiri. Kalangan Maliki menganjurkan shalat sunah dua rakaat karena fenomena gerhana bulan dengan bacaan jahar (lantang) dengan sekali rukuk pada setiap kali rakaat seperti shalat sunah pada lazimnya, dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Shalat itu dilakukan secara berulang-ulang sampai gerhana bulan selesai, lenyap, atau terbit fajar. Kalangan Maliki menyatakan makruhnya shalat gerhana bulan di masjid baik berjamaah maupun secara sendiri-sendiri,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman Nuri dan Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram, Beirut, Darul Fikr, cetakan pertama, 1996 M/1416 H, juz I, halaman 114).
Keterangan ini cukup jelas memilah pendapat para ulama. Madzhab Syafii berpendapat bahwa shalat ini dilakukan secara berjamaah di masjid sebagaimana shalat gerhana matahari.
Pendapat ini juga dipakai oleh Ahmad bin Hanbal, Dawud Az-Zhahiri, dan sejumlah ulama. Sedangkan Imam Malik dan Imam Hanafi berpendapat sebaliknya. Bagi keduanya, shalat ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi dilakukan secara sendiri-sendiri sebanyak dua rakaat seperti dua rakaat shalat sunah lainnya.
Perbedaan pendapat ini berimbas pada bacaan di dalam shalat itu sendiri. Tetapi dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa para ulama berbeda pendapat perihal tata cara shalat gerhana bulan.
Kita sebaiknya tidak perlu memaksakan pendapat ulama manapun kepada orang lain. Tetapi sebaiknya kita saling menghargai hasil ijtihad para ulama dan menghargai pandangan orang lain sesuai madzhab mereka.
Secara umum pelaksanaan shalat gerhana matahari dan bulan diawali dengan shalat sunah dua rakaat dan setelah itu disusul dengan dua khutbah seperti shalat Idul Fitri atau shalat Idul Adha di masjid jami.
Hanya saja letak perbedaannya, setiap rakaat shalat gerhana bulan dilakukan dua kali rukuk. Sedangkan dua khutbah ba’da shalat gerhana matahari atau bulan tidak dianjurkan takbir sebagaimana khutbah dua shalat Id.
Jamaah shalat gerhana bulan ialah semua umat Islam secara umum sebagai jamaah shalat Id. Sedangkan imamnya dianjurkan adalah pemerintah atau naib dari pemerintah setempat.
Sebelum melaksanakan, shalat ada baiknya imam atau jamaah melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:
أُصَلِّي سُنَّةَ الخُسُوفِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامً/مَأمُومًا لله تَعَالَى
Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini imâman/makmûman lillâhi ta‘âlâ
Artinya, “Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah SWT.”
Adapun secara praktiknya, shalat ini adalah sebagai berikut:
1. Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram.
2. Mengucapkan (melafalkan) takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati.
3. Baca taawudz dan Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Al-Baqarah atau selama surat itu dibaca dengan jahar (lantang).
4. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 100 ayat Surat Al-Baqarah.
5. Itidal, bukan membaca doa i’tidal, tetapi baca Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Ali Imran atau selama surat itu.
6. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 80 ayat Surat Al-Baqarah.
7. Itidal. Baca doa i’tidal.
8. Sujud dengan membaca tasbih selama rukuk pertama.
9. Duduk di antara dua sujud
10. Sujud kedua dengan membaca tasbih selama rukuk kedua.
11. Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua.
12. Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan rakaat pertama. Hanya saja letak perbedaannya, pada rakaat kedua pada diri pertama dianjurkan membaca surat An-Nisa. Sedangkan pada diri kedua dianjurkan membaca Surat Al-Maidah.
13. Salam.
14. Imam atau orang yang diberi wewnang menyampaikan dua khutbah shalat gerhana dengan taushiyah agar jamaah beristighfar, semakin takwa kepada Allah, tobat, sedekah, memerdedakan budak (pembelaan terhadap kelompok masyarakat marjinal), dan lain sebagainya.
Selagi gerhana bulan berlangsung, maka kesunahan shalat dua rakaat gerhana tetap berlaku. Sedangkan dua khutbah shalat ini boleh tetap berlangsung atau boleh dimulai meski gerhana bulan sudah usai. Demikian tata cara shalat ini berdasarkan pendapat dan sudut pandang para ulama. Wallahu a’lam.
Santri Pondok Pesantren Qomaruddin, Sarjana Theologi Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jjurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir, Mahasiswa Magister di jurusan Studi Quran Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Latest posts by Mohammad Mufid Muwaffaq (see all)