zenduck.me: Keuskupan Surabaya
Untung99 menawarkan beragam permainan yang menarik, termasuk slot online, poker, roulette, blackjack, dan taruhan olahraga langsung. Dengan koleksi permainan yang lengkap dan terus diperbarui, pemain memiliki banyak pilihan untuk menjaga kegembiraan mereka. Selain itu, Untung99 juga menyediakan bonus dan promosi menarik yang meningkatkan peluang kemenangan dan memberikan nilai tambah kepada pemain.
Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian zenduck.me dengan judul zenduck.me: Keuskupan Surabaya yang telah tayang di zenduck.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.
Gereja Katolik Santo Yosef Mojokerto mulanya merupakan Stasi dari Paroki Kepanjen Surabaya. Namun seiring dengan berkembangnya umat di stasi Mojokerto, maka pada tanggal 19 Januari 1933, Gereja Katolik Stasi Santo Yosef Mojokerto secara resmi menjadi Paroki Santo Yosef Mojokerto dengan jumlah baptisan pertama 2 orang. Pertama kali menjadi Paroki, Gereja Katolik Santo Yosef Mojokerto hanya memiliki 2 (dua) stasi besar yaitu Stasi Pacet dan Stasi Jombang.
Umat di paroki Santo Yosef Mojokerto berkembang dengan relatif cepat, sehingga gedung gereja yang pertama kali dibangun tidak mampu menampung umat lagi, sehingga harus mengalami beberapa kali renovasi. Tepatnya pada tgl. 20 Desember 1969 Gereja Katolik Paroki Santo Yosef yang baru (atau sekarang kita sebut gereja lama) diresmikan oleh Mgr. Yohannes Maria Klooster, CM.
Seiring berjalannya waktu, bangunan gereja yang ada masih saja belum mencukupI untuk dapat menampung umat agar dapat beribadah dengan nyaman. Maka pada tahun 2003 dimulailah pembangunan Gereja Katolik Santo Yosef yang baru: yang lebih luas dan nyaman. Kurang lebih 3 tahun proses pembangunan gereja tersebut akhirnya dapat terselesaikan, dan telah diberkati dan diresmikan oleh Rm. Julius Haryanto CM, Administrator Keuskupan Surabaya dan Bpk. Wali Kota Mojokerto pada tgl. 01 Mei 2007.
Berbagai macam tarekat dan konggregasi mewarnai kehidupan Pastoral Paroki Santo Yosef Mojokerto. Tahun 1933 s/d 1984 Paroki Santo Yosef Mojokerto dikelola oleh para Pastor dariKonggregasi Misi (CM) dan Pastor Paroki pertama paroki Santo Yosef mojokerto adalah Pastor W.J. Maessen, CM. Di tahun 1952 Paroki Santo Yosef Mojokerto mulai mengelola kegiatan sosial dan pedidikan. Tepatnya pada tahun 1956 Gereja mendirikan SMP Katolik Santo Yusup Mojokerto yang dikelola oleh Pastor Nissen, CM.
Kemudian tahun 1984 s/d 1995 paroki Santo Yosef Mojokerto ini dikelola oleh para pastor dari Serikat Sabda Allah (SVD), dan tahun 1995 sampai sekarang… Paroki St. Yosef Mojokerto dikelola oleh para Pastor dari Projo Keuskupan Surabaya.Gereja Katolik Santo Yosef Mojokerto hingga sekarang memiliki 6 (enam) stasi yaitu: Krian, Randegan, Mojoagung, Pacet, Wunut, Trawas.
SEJARAH MASING-MASING STASI
SEJARAH STASI KEBANGKITAN KRISTUS KRIAN
Stasi Krian termasuk wilayah Kabupaten Sidoarjo dan menjadi bagian dari Paroki Mojokerto. Stasi Krian terletak ditengah-tengah, antara Sidoarjo dan Mojokerto (18 km). Gereja atau umat stasi ini berkembang sejak tahun 1948 karena adanya seorang pemilik Sekolah Rakyat (SR) yakni Bp. Djokomarsandi. Melalui beliaulah Kristus diperkenalkan pada guru di SDK Krian. Pada saat itu ada sekitar 5 orang yang menyatakan diri sebagai calon baptis. Mereka dibaptis pada tahun 1952 di desa Tambak Kameganan, Krian di rumah Bapak Marto. Pak Marto adalah seorang guru agama yang didatangkan dari Solo. Beliaulah katekis pertama di Krian. Ketika itu yang menjadi Romo Paroki Mojokerto, yaitu oleh Romo W. Janssen, CM.
Pada tahun 1954 sampai tahun 1955 umat di stasi ini semakin berkembang sampai di wilayah Dayakan Slempit dan daerah Sampang Agung. Perkembangan umat sejak tahun 1964 agak lamban., mengingat kurangnya pembinaan. Pada tahun 1972 ada kelompok doa di balungbendo yang dibimbing oleh Bp. Paulus dari Mojokerto yang kemudian dilanjutkan oleh Bp. Kris Sudarto dan disponsori oleh Bp. Warsono (pendatang).
Di lingkungan Katolik, Stasi Krian ini tergolong unik. Pertama, meski berlokasi di Kabupaten Sidoarjo, gerejanya masuk Paroki St Yosef Mojokerto. Stasi atau wilayah gereja di luar paroki induk ini bahkan meliputi beberapa kecamatan di Kabupaten Gresik. Sebab, Krian dan Gresik itu hanya dipisahkan Sungai Brantas yang terkenal itu.
Untuk ukuran stasi, umat Katolik di Krian ini sangat banyak. Sekitar 2000 jiwa. Padahal biasanya stas di Jawa Timur itu umatnya kurang dari 200 jiwa atau 100an jiwa. Bahkan banyak stasi yang umat Katoliknya tidak sampai 50 orang.
Umat Katolik di Krian cukup heterogen layaknya di perkotaan. Ada Tionghoa, Jawa, Batak, Flores dsb. Khas perkotaan. Mungkin karena banyak industri dan perumahan di sekitar situ. Sejak dulu orang Tionghoa sudah ada. Ini terlihat dari kelenteng tua TITD Teng Swie Bio di pinggir sungai kecil. Anehnya, Krian tidak punya gereja katolik yang permanen.
Akhir 1990an sempat mencoba bangun gereja yang bagus. Lahan pun cukup luas. Tapi di tengah jalan terhenti karena diprotes masyarakat setempat. Selain itu, ada masalah internal dan eksternal lain yang membuat bangunan ini hanya selesai 80 persen. Mangkrak sampai sekarang. Umat Katolik di Krian dan sekitarnya kemudian rajin berdoa, novena, dsb agar diberi jalan mendirikan gereja. Beberapa romo dari Paroki Mojokerto dan pengurus stasi mengusahakan Izin mendirikan bangunan (IMB). Tapi ya tidak mudah. Tunggu punya tunggu, di era Romo Agustinus Eko Wiyono selaku Pastor Paroki Santo Yosef Mojokerto, izin super penting itu akhirnya turun. Setelah berbagai urusan beres, Minggu 26 Juni 2016 dimulai kegiatan pembongkaran bangunan lama yang bertahun-tahun jadi gereja stasi. Sekaligus awal pembangunan gereja baru:
Gereja Stasi Kebangkitan Kristus Krian, Kabupaten Mojokerto. Selama masa pembangunan, perayaan ekaristi diadakan di aula SDK St. Yustinus de Yacobis Krian. Kebetulan lokasinya berdempetan dengan gereja lama yang sudah dibongkar itu. Senin, 1 Agustus 2016, peletakan batu pertama diawali ibadat sabda dipimpin oleh Romo Eko selaku pastor paroki, didampingi Romo Endro dan Romo Teddy selaku pastor rekan. Tujuh batu pun diletakkan di acara ground breaking itu.
Senin 23 Oktober 2017 Gereja Katolik Santa Monika Krian diresmikan olehapak Bupati Sidoarjo, H, Saifulillah dan Bapak Uskup Surabaya Mgr. Vicensius Sutikno Wisaksono Pr. Pejabat yang datang menghadiri peresmian ini adalah Kepala Kantor kementerian agama, pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo, camat beserta forkopimka krian, FKUB, BAMAG, tokoh masyarakat dan Romo kepala paroki Agustinus Eko Wiyono, Pr., dan para jamaat gereja kebangkitan kristus.
STASI SANTO FRASISKUS ASISI RANDEGAN
Gereja (Umat) Stasi Santo Fransiskus Asisi – Randegan dirintis tahun 1960 oleh bapak B. Suronoto. Dari perjuangan dan ketekunan beliau akhirnya pada tahun 1962 terjadi baptisan yang pertama sejumlah 5 orang. Walaupun jumlah mereka masih tergolong kecil namun mereka sehati dan sejiwa untuk saling menguatkan satu sama lain. Tempat untuk berdoa mereka masih menggunakan rumah seorang umat yang bernama Pak Santun. Melihat perkembangan umat yang baik barulah pada tahun 1967 dibagun sebuah kapel. Umat pun bertambah semakin banyak sehingga menuntut kapel itu juga diperbesar. Baru pada pada tahun 1992 kapel itu direnovasi dan diperbesar.
Kapel yang besar menambah semangat umat untuk mengembangkan dirinya baik kuantitas maupunkualitas.Mereka semangat belajar Kitab Suci, bahkan hidup mereka selalu dikaitkan dengan Kitab Suci. Maka tak heran tradisi unduh-unduh akhirnya mewarnai kehidupan menggereja. Mereka memberikan apa yang menjadi panenanya untuk dipersembahkan pada Tuhan. Tradisi unduh-unduh inilah yang akhirnya menjadi tradisi khasumat Stasi Santo Fransiskus Asisi Randegan. Selain unduh-unduh tradisi itu mpengan juga kadang menghiasi maraknya Natal atau Paskah di Stasi Randegan. Tak heran dari kebiasaan ini mereka satu sama lain sering berkumpul bersama yang menghasilkan persaudaraan yang erat diantara mereka.
Lokasi Stasi Santo Fransiskus Asisi Randegan kurang lebih 15 km dari krian dan 21 km dari Mojokerto. Jalan menuju kesana masih tergolong alami. Dan keadaan inilah yang mendorong orang-orang senang berkunjung di Stasi Randegan. Mayoritas mata pencaharian penduduk setempat adalah tani dan pedagang. Hasil pertanian kelihatanya menjadi tumpuan hidup mereka. Berdagang di desa sendiri atau luar kota juga menjadi bagian dalam perputaran ekonomi mereka. Jumlah umat Stasi Santo Fransiskus Asisi Randegan sekarang sudah mencapai sekitar 200 jiwa dari 60 KK.
SEJARAH STASI SANTO ALOYSIUS GONZAGA MOJOAGUNG
Mojoagung adalah daerah yang termasuk wilayah Kabupaten Jombang, tepatnya diantara Kota Jombang dan Mojokerto. Gedung Gereja Katolik di Mojoagung yang ada sekarang bernama Gereja Santo Aloysius Gonzaga, berdiri di pinggir jalan Raya yang menghubungkan Kota Jombang menuju ke Surabaya, menghadap ke Utara, sebelah barat Aloon-aloon Mojoagung. Tidaklah mudah ada gereja di Mojoagung yang nota bene berdiri di tengah lingkungan agama mayoritas dan dekat-dekat pondok pesantren dan bertetangga dengan tokoh-tokohnya tersebut. Justru kelemahan itulah kekuatan yang senantiasa dari Tuhan dan nyata, karena melalui perjuangan yang a lot, percaya karena iman akan Yesus Kristus lah menjadikan Mojoagung ada Gereja Katolik yang sekarang merupakan identitas umat katolik khas Mojoagung. Kondisi sekarang sudah banyak kemajuan dari pada dahulu yang merupakan cikal-bakalnya umat katolik di sana. Kira-kira tahun 1960 dahulu ada seorang dan bahkan bukan dari keluarga katolik, itupun karena pendidikan sebelumnya dari sekolah katolik di daerah lain, beliau sering mengajak beberapa orang untuk kegereja di Kota Mojokerto. Saat itu Paroki Mojokerto ditangani oleh Romo-romo CM. Itupun tidak banyak kemajuan dan bisa dikatakan sangat lambat sekali, karena dalam beberapa tahun hanya berkembang satu atau dua orang saja.
Disekitar awal tahun 1966 mulai ada perhatian dari Paroki Santo Josef Mojokerto ; mulai ada pelayanan misa yang ditempatkan dalam rumah-rumah yang mau ditempati walaupun bukan keluarga katolik. Misa itupun tidak rutin tetapi temporer, namun sudah mulai bantuan katekis dalam menjaring katekumen. Dalam situasi politik yang tidak menentu sehubungan G 30 S PKI saat itu maka mulailah ada perkembangan, umat bertambah, misa semakin teratur, dari rumah ke rumah / keluarga yang lain. Melihat perkembengan tersebut
Romo Paroki Mojokerto ( Romo Joseph Van Menvort CM Alm. ) menyetakan bahwa secara resmi Mojoagung masuk dalam salah satu stasi di Paroki Mojokerto. Beberapa saat kemudian sekolar bulan September 1966 mulailah Romo Paroki Mojokerto memperjuangkan agar mempunyai sebidang tanah dan ada rumahnya yang nantinya untuk kegiatan stasi Mojoagung.
Tuhan menyayangi umat Nya, lewat tangan Romo JV Menvort CM Alm. Dengan susah payah stasi Mojoagung bisa memiliki sebidang tanah yang dahulunya ditempati Kantor Polsek Mojoagung. Mungkin tukar tambah atau apa nyatanya berhasil dikuasai secara yuridid mulai Februari 1967. ( bersertifikat HGB ). Bersamaan dengan hal peristiwa itu mulailah muncul tokoh-tokoh, yang walaupun mereka sudah tua-tua semangatnya tetap berkarya, dari merekalah berdirilah SMP Katolik Mojoagung, dua tahun kemudian TK & SD didirikan , kerena SMP mulai harus tutup karena persoalan personal di internal stasi kurang bagus.
Berlanjut resmi SMPK ditutup Tahun 1974. Misa dilaksanakan tetap diruang kelas, itu berlangsung terus tanpa ada perkembangan dan umat agak lesu karena mulai sering diteror dengan lemparan batu atau kotoran manusia. Pemikiran dari umat yang segelintir tersebut untuk membangkitkan kembali, umat menginginkan pembangunan Gedung Gereja di tanah tersebut, namun pendorongnya belum ditemui, mereka tak jemu berusaha dan berusaha. Tahun 1986semangat membangun gereja timbul lebih dahsyat lagi akhirnya dengan pergeseran dari romo-romo CM ke romo-romo SVD di Paroki membuat lebih semangat lagi.
Umat mulai berdoa Novena terus menerus hingga dengan bimbingan Alm. Uskup AJ Dibyo Karyono Pr. Serta Romo Paroki dari SVD, mulailah membangun gedung gereja. Terwujudlah gedung gereja tersebut tahun 1989 berdiri belum ada apa-apanya, tanpa isi Altar atau bangku dlsb. Umat yang rela berkorban bersatu padu solidaritas dan persaudaraan berhasil melengkapi dan akhirnya pada tanggal 29 September 1991 peresmian Gedung Gereja dilaksanakan oleh Bupati Jombang ( Drs. H. Tarmin Haridi ) dan diberkati Uskup Surabaya ( Alm. Mgr. AJ Dobyokaryono Pr. ). Dengan penuh keharuan umat bersyukur kepada Tuhan, kemudian memilih pelindung Gereja nya ; “ Santo Aloysius Gonzaga” sebagai penghormatan dan kenangan kepada pelindung Uskup nya pada waktu itu. Dan Gereja Stasi Santo Aloysius Gonzaga sebagai bagian dari Paroki Santo Josef Mojokerto kini berjalan dengan baik sampai sekarang. Sebagai rasa syukurnya umat di Mojoagung tetap berusaha memuliakan Allah dan bangg dengan gerejanya, walaupun keadaan sekarang masih harus dibenahi pemeliharaan serta operasional yang memerlukan biaya tidak kecil.
SEJARAH STASI PACET
Pada jaman penjajahan Belanda di Dusun Pernen, desa pacet, Kec. Pacet sudah ada Susteran Ursulin, namun pada saat perang kemerdekaan susteran itu hancur dan tidak ditempati lagi. Salah seorang putra bupati Bondowoso yang bernama Mas Winarto pada tahun1963 menemukan kembali tanah milik suster-suster Ursulin di atas bukit kecil yang diberi nama Pernen. Mas Winarto yang ketika itu tinggal di vilanya di desa Sajen – Pacet kira-kira 500 meter dari tanah yang ditemukan segera menggali informasi kepada nara sumber , tentang pemilik tanah yang ketika itu sudah digarap penduduk sekitar, dan merupakan puing-puing bekas kebakaran dan semak serta persawahan. Setelah informasi diperoleh, segera beliau pergi ke Jalan Darmo 49 Surabaya menghadap Muder overste,Liboria, OSU. Ketika Suster Liboria mendapat laporan, segera mencari bukti authentik, dan ternyata surat-surat tanah tersebut ada. Ketika Mas Winarto ditanya, hadiah apa yang harus diberikan karena jasanya tersebut, beliau hanya minta didirikan sekolah SMP untuk menolong anak-anak terutama dari kalangan bawah, agar bisa mengenyam pendidikan SMP, karena pada masa itu hanya orang-orang kaya yang dapat menyekolahkan anaknya ke SMP yang hanya ada di Mojokerto dengan jarak tempuh 33 km dari Pacet. Di Susteran yang ditempati lagi sekitar tahun 1966 itu ada kapel kecil di bagian depan bangunan.Di kapel itulah pertama kali umat bisa berdoa bersama, yang pada waktu itu hanya ada beberapa umat saja yaitu Bapak A.Y kasido seorang Polisi, bapak Sutrisno seorang guru SR, Bapak Agus Sutrisno seorang guru ST dan bapak L.j Harjanto Guru SMP santo yusup pacet. Misa di Kapel itu diadakan setiap minggu pukul 17.00 WIB oleh Rm. Debur dari Belanda yang membantu Gereja di Mojokerto. Di kapel itu juga diadakan kegiatan belajar mengajar SMP Santo Yusup Pacet yang jumlah muridnya dari dua menjadi delapan anak.
Pada tahun 1970 umat bertambah kurang lebih menjadi 10 Keluarga ditambah dengan umat dari wunut yang berjumlah 2 keluarga. Akhirnya untuk Misa hari Minggu dipindah di kapel yang berada di bagian belakang susteran. Misa dilaksanakan pukul 07.15 WIB. Dan dilayani oleh Romo Bloondel.Tahun-tahun itu pula Romo Bloondel membeli rumah yang dulunya pabrik padi Rojolele kepunyaan orang Mojosari. Rumah itu akhirnya dipakai untuk Pastoran. Pada tahun 1980 rumah tersebut diserahkan pada Keuskupan dengan alasan Misionaris harus pulang ke negaranya.
Namun Romo Bloondel memperpanjang visanya sampai tahun 1985. Pada tahun tahun 1990 umat berkembang menjadi kurang lebih 50 orang dan 4 suster. Pada tahun itu pula mulai dibangun Gereja santa Maria bintang kejora yang mendapat tanah hibah dari Susteran Ursulin. Akhirnya pada tanggal 10 Februari 1992 Gereja Katolik santa Maria Bintang Kejora Pacet di resmikan oleh Mgr. Dibyo karyono,Pr Uskup Surabaya. Mulailah Stasi Pacet ditangani oleh 2 Katekis yaitu bapak Fx. Wahono dan Bapak Ign. Agus Budiono.
Sekarang umat Pacet semakin bertambah namun pertambahanya sangat lambat.
SEJARAH STASI WUNUT
Pada jaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1900 –san sudah ada umat katolik di dusun Wunut , desa Sampang Agung Kecamatan Kutorejo. Jumlahnya ada 7 orang yang kini semuanya sudah meninggal dunia. Memang ada baptisan baru yang terus bertambah namun pertambahanya sangat lambat. Sekitar tahun 1965, tepatnya pada saat G 30 S PKI umat mendapat tekanan, bahwa kalau tidak mau …… kalau ada apa-apa terhadap umat Katolik, Kades tidak bertanggung jawab. Kemudian dari Kodim dan Romo Yansen turun tangan untuk menyelesaikan masalah serta menenangkan umat.
Umat semakin hari semakin bertambah namun tetap perkembanganya sangat lambat. Sampai sekarang umat di Stasi santo Mikael Wunut berjumlah 17 keluarga, terdiri dari kurang lebih 30 jiwa.Dari jumlah sekian itu ada beberapa yang sekarang pindah ke tempat lain dan ada juga yang transmigrasi ke luar Jawa.
Sebelum ada kapel kegiatan peribadatan / Misa Kudus serta pembinaan umat bertempat di rumah bapak Yusuf nawi, dan bapak Yusuf nawi sebagai ketua lingkungan. Waktu itu Stasi wunut termasuk lingkungan dari stasi Pacet. Sebelum tahun 1970 umat Stasi Wunut bila Misa Paskah atau Natal harus pergi ke Pacet atau ke Krian dengan bersepeda pancal dan di sana mereka menginap.
Kapel stasi Wunut dibangun pada tahun 1970 oleh Suster Dorote OSU,dan diresmikan pada tahun 1972. Dengan berdirinya kapel sebenarnya mendapat tantangan dari beberapa oknum yang tidak senang. Saat itu pula Umat Wunut juga dibelikan tanah makam oleh Suster Dorote,OSU.Kira – kira tahun 1998 Stasi wunut oleh Romo Kaderi diminta untuk berdiri sendiri. Misa kudusnya dilayani setiap bulan 1 kali, selebihnya ibadat sabda. Pendalaman Kitab Suci diadakan setiap minggu.secara bergiliran di rumah-rumah umat. Namun untuk perayaan natal dan Paskah kadang masih menggabung dengan umat di Stasi pacet.
NAMA-NAMA PASTOR PAROKI ST.YOSEF MOJOKERTO
- C. Schoenmakers Cm 1933 – 1936
- H. Kock Cm 1936 – 1938
- W.V.D. Brand Cm 1939 – 1942
- Pcl. Dwidjasusastro Cm 1943 – 1946
- Th. Hardjowarsito Cm 1946 – 1948
- Boone Kamp Cm 1948 – 1951
- W.P. Janssen Cm 1951 – 1954
- J. Bartles Cm 1954
- P. Van Gothen Cm 1954 – 1955
- H. Neissen Cm 1955 – 1961
- R. Kumoro Pr 1958
- Holtul Cm 1961 – 1965
- J.M.G. Hoeymakers Cm 1962
- J. Van Mensvoort Cm 1965 – 1970
- W.P. Janssen Cm 1970 – 1980
- A. Abimantoro Cm 1980 – 1984
- J. Klooster Cm 1984
- Gabriel R. Senda Svd 1984
- Gabriel Dasi Svd 1984 – 1987 -Kepala Paroki
- R. Sudhiarso Svd 1988
- Albert Novena Svd 1990 – 1993 -Kepala Paroki
- Y. Madia Adnyana Svd 1990
- Yosef Bukubala Svd 1993 – 1995 -Kepala Paroki
- F.X. Sukarno Svd 1994
- Ignasius Kaderi 1996 – 1999 -Kepala Paroki
- Tarsisius Purwadi 1997 – 1999
- Pl. Kusnugroho 1999 – 2005 -Kepala Paroki
- Kusdianto Tana 1999 – 2001
- Petrus Katiran 2001 – 2002
- Y. Fusi Nusantoro 2002 – 2003
- Agustinus Widodo 2003 – 2005
- Th. A. Joko Nugroho 2005 – 2011 -Kepala Paroki
- Stefanus Fani Hure 2012 – 2014
- Felisitas Djoni Setiawan 2012 – 2013
- Agustinus Eko Wiyono 2013 – 2018
- Bernardus Teddy Prasetyo 2015 – 2016
- Stefanus Sondak 2016 – 2018
- Karel Nuki 2017 – 2018
- Cornelius Triwidya Tjahja Utama 2018 – Kepala Paroki
- Vincentius Harjanto Prajitno 2018 –