Cara Bikin Anak Kompasianacom

Paidjo namanya. Kawan yang satu ini orangnya anteng, cenderung lugu dan saking lugunya sehingga seperti agak bodoh. Karena wataknya yang anteng itu tampaknya dia jadi kurang pergaulan, terutama dengan lawan jenis seusianya dari kaum hawa, sehingga menjelang umurnya tiga puluh lima tahun saat ini dia masih hidup “menjomblo” atau membujang alias belum memiliki istri. Tetapi syukurlah, berkat perhatian dan usaha salah seorang teman dan kerja sama dengan orang tuanya yang memang sudah cukup lama mengharapkan anaknya hidup berumah tangga, pada akhirnya ia menemukan jodohnya dan melangsungkan pernikahan,persis pada usianya yang ketiga puluh lima tahun.

Tahun pertama pernikahan mas Paidjo sudah berlalu tetapi pasangan itu belum juga dikaruniai anak. Desakan keinginan untuk segera memiliki momongan rupanya telah mendorong Paidjo , untuk suatu hari “curhat” kepada seorang sahabat dekatnya perihal rumah tangganya itu. Sang sahabat bertanya kepada Paidjo dengan nada serius: “Apa yang kau kerjakan saat tidur bersama istrimu?”. ”Ya.., tidur berdampingan”, jawab Paidjo. “Itu saja?”, tanya sang sahabat selanjutnya. “Iya”, jawab Paidjo singkat. “Ya, terang saja. Naik dong di atas perut istrimu, dari sebelah kanan turun ke samping kiri”, kata sang sahabat yang sudah lebih dahulu beristri itu layaknya seorang guru mengajari muridnya. Mendengar penuturan itu Paidjo hanya menjawab dengan bergumam. Hari berganti minggu, lalu minggu pun berganti bulan, namun tanda-tanda kehadiran anak yang didambakan itu sepertinya belum juga muncul. Maka Paidjo pun tanpa dapat menyembunyikan raut muka kekecewaanya sekali lagi menemui sahabatnya untuk “curhat” sambil seakan mempertanyakan “resep” yang diberikannya itu. Ditanya sahabatnya, Paidjo menuturkan bahwa ia telah melaksakan pekerjaan seperti yang disarankan sahabatnya itu, yakni naik dari sebelah kanan dan turun ke samping kiri. “Tidak berhenti di tengah?, Tanya sang sahabat dengan nada sedikit melengking. “Tidak”, jawab Paidjo kalem dengan ekspresi wajah tak bersalah. Mendengar penuturan itu, seperti hilang kesabaran sang sahabat berkata:“Begini saja deh. Kau ulang pekerjaan itu, aku tunggu di luar. Begitu kau sudah berada di atas perut istrimu, kau kasih aku kode (tanda) dengan berteriak. Nanti aku kasih aba-aba dengan irama genderang, dan kau mengikutinya”. Singkat cerita skenario itu terlaksana dan telah dijalankan dengan mulus mengikuti irama genderang: “Dungngng…dungngng..dungngngk…”. Namun setelah sekian bulan berlalu, alih-alih anak yang dinantikan hadir tanda-tanda hamil pun belum terasa. Tiggallah kini sang sahabat kehabisan akal. Mungkin Anda bisa memberikan saran..?!

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Lihat Semua Komentar (3)