Pertanian Pemuliaan Tanaman

Pada pemuliaan tanaman yang menyerbuk sendiri, persilangan merupakan usaha untuk memanipulasikan dua atau lebih karakter yang diinginkan dari masing-masing tetuanya agar terdapat didalam suatu tanaman atau genotype baru yang lebih baik (fehr. 1987). Persilangan antar spesies merupakan persilangan yang dilakukan antara spesies yang berbeda, namun masih dalam satu genus yang sama, dalam sistematika tanaman, spesies merupakan bagian dari genus atau genera yang diklasifikasikan berdasarkan hubungan bioloogis yang terutama ditentukan oleh oerbedaan a dan fisiologis. Dengan demikian, antara spesies dalam satu genus masih terdapat hubungan secara genetis (Hadley dan Openshaw, 1980). Atas dasr hubungan genetis itu, orang berusaha mencari manfaat dengan melakukan persilangan antar spesies yang dihubungkan dengan pemuliaan tanaman guna memperoleh kultivar yang lebih baik dan bermanfaat (Hadley dan Openshaw, 1980).

Persilangan antar spesies dilakukan, selain untuk mengkombinasikan karakter karakter unggul, pickergill(1993) mengemukakan tujuan persilangan antar spesies adalah : (1)memperbesar keragaman ginetik , (2)memdapatkan sikap pertahanan, (3)memperoleh kultivar baru.selain itu, menurut Briggs dan Knowles (1967, di kutip setiamiharja 1993) persilangan antar spesies biasanya di lakukan antara lain bila hanya satu atau sedikit gen yang akan di kombinasikan, serta untuk memperoleh karakter tertentu yang tidak terdapat dalam suatu spesies. Pada persilangan antar spesies akan di jumpai banyak kendala yang menyebabkan keberhasilan persilangan sangat tergantung pada kedekatan hubungan secara biologis atau genetis kedua ketua yang di silangkan. Makin jauh hubungan secara biologis makin besar gagalnya hasil persilangan antar spesies (Hadley dan Openshaw, 1980). Menurut Hadley dan Openshaw (1980) dan Pickergill (1993), kendala dan kesulitan pada persilangan antar spesies adalah sebagai berikut :

Kegagalan ini terjadi di sebabkan oleh perkecambahan tepung sari yang rendah, kegagalan pertumbuhan tabung sari, atau ketidak mampuan gamet jantan mencapai kantong embrio.

(2) Kurangnya biji hybrid yang berkembang

Berhasilnya proses perubahan/fertilisasi dalam persilangan antar spesies tidak selalu di ikuti oleh perkembangan embrio atau endosperm. Hal ini di sebabkan antara lain oleh : (a) interaksi gen gen yang tidak di harapkan dari kedua spesies yang menyatu sehingga menghambat proses pembelahan dan di ferensiasi sel, (b) ketidakcocokan interaksi dalam sel sel Zigotik antara sitoplasma dan gen gen inti, (c)ketidakcocokan hubungan antara embrio, endosperm dan jaringan tetua betina, dan (d) jumlah ovul yang fertil tidak cukup untuk mencegah aborsi bunga atau buah.

(3) Pertumbuhan biji hibrid tidak cukup kuat

Hal ini di sebabkan oleh ketidak cocokan interaksi gen gen inti kedua tetua atau gen inti hibrid dengan sitoplasma.

Sterilitas ini dapat berupa betina steril, jantan steril atau kedua- duanya. Hal ini di sebabkan karena proses perpasangan promosom (bivalent) yang tidak sesuai.Persilangan antar spesies umumnya merupakan sumber mandul jantan sitoplasmik (Lasa dan Bosemark,1993).

(5) Pertumbuhan dan pertilitas keturunan yang rendah

Umumnya keturunan hibrid F1 dan generasi selanjutnya menunjukan penampilan berupa pertumbuhan dan fertilitas yang rendah.

Pada persilangan antar spesies antara C. frutescens L. dengan C. annuum L., tabung sari dapat mencapai sel telur untuk kedua arah persilangan. Ini berarti terdapat peluang cabai rawit (c. frutescent) dapat di jadikan tatua jantan, tetapi tidak pernah terbentuk buah.

Greenleaf(1986) menyatakan bahwa persilangan C. annuum sebagai tetua betina dengan C. frutescens sebagai tetua jantan tidak dapat menghasilkan biji F1. Setiamiharja (1993) menambahkan bahwa C. frutescenstidak dapat di jadikan sebagai jantan karena tidak ada buah yang di hasilkan dari persilangan antar spesies tersebut. Hal ini di duga oleh Greenleaf (1986) bhwa tidak terbentuknya buah dari persilangan adanya C.annuum dengan C. frutescens di perkirakan adanya inkompatibilitas heteromorfik, yaitu perbedaan panjang stilus dari kedua tetua yang di silangkan.

· Mengetahui cara persilangan atau hibridisasi khususnya pada tanaman dengan varietas Bianca dan Hot Queen cabai.

· Mengetahui apa saja alat-alat yang harus digunakan dalam proses persilangan tersebut.

· Menambah wawasan para mahasiswa khususnya dalam proses Hibridisasi pada pemuliaan tanaman.

I.3. Alat dan Bahan Praktikum

bahan bahan dan alat alat yang di gunakan dalam praktikum persilangan antar spesies cabai adalah :

1. Kultivar-kulrivar cabai

I.4. Pelaksanaan Praktikum

1. Pilih kuntumbunga yang akan di jadikan tetua jantan dari bunga cabai rawit atau cabai merah, dengan ketentuan sebagai berikut:

– Bunga sudah mekar sempurna

– Bunga banyak mengandung serbuk sari

2. Pilih kuntum bunga yang akan di jadikan tetua betina, dengan kriteria bunga belum di serbuk sendiri, terlihat dengan tidak adanya tepung sari yang menempel pada kepala putik dan umumnya mahkota bunga masih kuncup.

3. Emaskulasi benang sari. Lepaskan benang sari yang masih saling melekat dengan bantuan pinset, kemudian di buang. Di upayakan agar putik tidak terluka.

4. Mengambil serbuk sari dari bunga yang akan di jadikan tetua jantan, kemudian antera yang mengandung banyak serbuk sari di gosongkan ke kepala putik tetua betina.

5. Menutup bunga hasil persilangan dengan kertas penutup, kemudian cantumkan label mengenai informasi yang di perlukan dari persilangan itu.

6. Bunga di periksa setelah 3 – 7 hari setelah persilangan. Bila bunga tampak masih segar dapat di harapkan persilangan berhasil.

Setelah melakukan persilangan antar varietas tanaman cabai yaitu varietas Bianca dan varietas Hotqueen yang dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2014 yang bertempat di desa Sirnajaya Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut, pukul 08.00 pagi. pada percobaan pertama dalam persilangan antar dua varietas cabai yang pertama dijakan tetua betina adalah dari varietas Bianca dan yang dan yang menjadi tetua jantan adalah cabia bervarietas Hotqueen, hal tersebut dilakukan dengan cara bergantian.

Dari persilangan tersebut hari 1 bunga betina masih tampak segar, hal tersebut dimungkinkan bunga betina masih belum bereaksi, sedangkan pada hari ke 2 mahkota bunga dari tetua betina tampak layu tetapi belum menyeluruh, hal tersebut kemungkinan hasil persilangannya akan gagal. Selanjutnya pada hari ke 3 tetua betina mengalami keguguran, tetua betina dari hasi; persilangan tersebut lepas dari tangkainya. Hal tersebut dipastikan bahwa persilangan tersebut mengalami kegagalan. Kejadian tersebut terjadi pada duakali persilangan mengalami kegagalan juga kegagalan yang sama.

Factor-faktor yang menjadi kendala gagalnya persilangan yaitu:

– Alat yang digunakan kurang steril,

Setelah melakukan percabaan persilangan dengan menngunakan beberapa varietas cabai, hasil yang didapatkan mengalami kegagalan, dikarnakan beberapa factor yang menyebakan gagal persilangannya, sehingga kedepannya harus lebih baikn.

Genetika populasi adalah cabang dari genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi, yang menguraikan secara matematik kibat dari keturunan pada tingkat populasi. Adapun populasi ialah suatu kelompok dari satu macam organisme, dan dari situ dapat diambil cuplikan (sampel). Semua mahkluk merupakan suatu masyarakat sebagai hasil perkawinan antar spesies dan mempunyai lengkang gen yang sama. Lengkang gen (gene pool) ialah jumlah dari semua alel yang berlainan atau keterangan genetik dalam anggota dari suatu populasi yang membias secara kawin. Gen-gen dalam lengkang mempunyai hubungan dinamis dengan alel lainnya dan dengan lingkungan diman mahkluk-mahkluk itu berada. Faktor-faktor lingkungan seperti seleksi, mempunyai kecenderungan untuk merubah frekuensi gen dan dengan demikian akan menyebabkan perubahan efolusi dalam populasi.

Dalam tahun 1908 G. Hardy (seorang ahli matematika bangsa inggris) dan W. Weinberg (seorang dokter bangsa jerman) secara terpisah menemukan dasar-dasar yang ada hubungan dengan frekuensi gen di dalam populasi. Prinsip yang berbentuk pernyataan teoritis itu dikenal sebagai prinsif ekuilibrium Hardy Weinberg.pernyataan itu menegaskan bahwa didalam populasi yang equilibrium ( dalam kesimbangan), maka baik frekuensi gen mapun frekuensi genotip akan tetap dari satu generasi ke genarasi seterusnya. Ini dijumapai dalam populasi yang besar, dimana perkawinan berlangsung secara acak (Random) dan tidak ada pilihan/ pegetahuan atau faktor lain yang dapat merubah frekuensi gen.

– Tercapainya hasil uji percobaan jumlah resesif dan dominan

– Mengetahui jumlah-jumlah keturunan dari beberapa siklus

II.3. Bahan dan alat percobaan

Bahan yang digunakan yaitu 32 kancing hitam, dan 32 lubang kancing hitam, serta 32 mata kancing putih dan 32 lubang kancing putih,

I.CARA KERJA FREKUENSI GEN

1. Gunakan frekuensi gen p(A) = 0.5 dengan bantuan 32 mata kancing biru dan 32 lubang kancing biru, serta 32 mata kancing putih dan 32 lubang mata kancing putih. Maka kancing di anggap gamet jantan dan lubang kancing sebagai gamet betina.

2. Semua mata kancing dan lubang kancing di masukan kedalam kotak yang berbeda. Kotak pertama berisi 32 mata kancing putih + 32 mata kancing biru, sedangkan kotak kedua berisi 32 lubang kancing putih + 32 lubang kancing biru. Kotak kotak tersebut di anggap sebagai pool gamet produktif.

3. Buatlah 64 Zigot secara acak sebagai hasil persilangan bebas, dengan cara :seorang maha siswa bertindak sebagai pengambil gamet jantan dan seorang lagi pengambil gamet betina. Tulislah Zigot haisl pengambilan tersebut dalam table yang tersedia.

4.Gamet yang di ambil dan telah di catat, di masukan kembali kedalam kotak asalnya, sehingga jumlah gamet selalu tetap.

a. Berapakah jumlah genotype yang di hasilkan dan berapakah frekuensi gen keturunannya?

b. Apakah sebaran Zigot hasil dari gamet gamet induk yang berfrekuensi gen 0.5 sesuai dengan genetika mendel?

c. Jika percobaan di lakukan sampai bebnerapa generasi, bagaimana kesimpulan yang dapat di ambil?

d.Ulangi langkah 1- 4 dengan perubahan frekuensi gen p(A) = 0.25 dan q(a) =0.75.Gunakan 16 kancing biru dan48kancing putih!

II.CARA KERJA PRAKTIKUM PERUBAHAN FREKUENSI GEN

1. Gunakan frekuensi gen p(A) = q(a) = 0.5, dengan cara memasukan 16 kancing biru biru (mata:biru dan lubang : biru di anggap bergenotipe AA); 32 kancing biru putih (Aa); serta 16 kancing putih putih (aa). Campurkan sebaik baiknya dalam kotak.

2. Dua orang maha siswa masing – masing mengambil sebuah kancing secara acak. Hasil persilangan antara kedua kancing di catat pada table yang tersedia. Kancing – kancing yang terambil, di masukan kembali ke dalam kotak.

3. Ulangi langkah 2 sebanyak 16 kali.

4. Hitung penyebaran zigot diantara keturunannya dan hitung pula frekuensi gen pada generasi ini. Frekuensi gen ini merupakan frekuensi gen generasi pertama dari persilangan acak pada populasi tanpa seleksi.

5. Populasi yang di hasilkan oleh zigot – zigot di atas di gunakan sebagai populasi generasi selanjutnya. Jadi, genotype AA, Aa, dan aa hasil genersi pertama di pakai sebagai populasi induk genersi berikutnya. Misalnya langkah 1-4 menghasilkan :17 AA,32 aa; maka komposisi kancing inilah yang di pakai untuk genersi kedua.

6. Lakukan percobaan sampai lima generasi.

1. Frekuensi populasi awal p(A) = q(a) = 0.5 : 16 AA, 32 Aa, dan 16 aa. Hasilkan populasi seperti pada percobaan tanpa seleksi. 16 persilangan masing-masing menghasilkan 4 progeni.

2. Seleksi lengkap terhadap homozogot resesif dilakukan dengan cara mengabaikan semua persilangan yang berasal dari induk aa, yaitu AA x aa; Aa x aa; dan aa x aa.

Jadi, yang di catat adalah persilangan selain yang di sebutkan tadi. Jika kita memperoleh induk aa, maka kancing tersebut kita masukkan ke dalam kotak dan anggaplah belum mengambil kancing.

3. Cata persilangan dalam table yang tersedia.

4. Genersi kedua di mulai dengan pencampuran kancing dengan komposisi hasil langkah 1-3 (generasi pertama/awal). Lanjutkan hingga lima generasi.

C. Seleksi 50% atau Seleksi Tidak Lengkap

1. Populasi awal : 16 AA, 32 Aa, dan 16 aa. Dua orang mengambil kancing secara acak masing-masing satu buah. Hasil persilangan dari induk aa hanya menghasilkan 2 progeni (normalnya 4 progeni).

2. Lakukan hingga memperoleh 64 progeni. Sebaran zigot dengan frekuensi yang di peroleh

3. di gunakan sebagai induk populasi generasi kedua.

4. Ulangi hingga lima generasi dan catalah pada table yang tersedia.

Praktikum ini dilakukan di kantor BP3K kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut Pada tanggal 28 Mei 2014.

Berikut adalah hasil perhitungan dalam menentukan dominan dan resesif dari 5 siklus dengan percobaan tanpa seleksi dan perconaan seleksi lengkap, serta seleksi tidak lengkap atau 50%. Dengan menggunakan table.

gambar 1. grafik frekuensi gen dominan selama lima generasi

Gambar 2. grafik frekuensi gen resesif selama lima generasi

Maksud dari penjelasan tabel diatas menyatakan bahwa dari masing-masing percobaan seleksi sangat bervariasi antara jumlah dominan dan resesif dari 5 siklus tersebut, telah diketahui bahwa rata-rata dari siklus dominan tanpa seleksi adalah 0,67 sedangkan pada seleksi lengkap jumlah rata-ratanya adalah 0,72 dan pada seleksi tidak lengkap rata-ratanya adalah 0,68.

Selanjutnya jumlah rata-rata pada siklus resesif tanpa seleksi adalah 0,28, pada seleksi lengkap jumlah rata-ratanya adalah 0,28 dan pada seleksi tidak lengkap jumlah rata-ratanya adalah 0,33.

Dari penjelasan tadi bisa disimpulkan bahwa keturunan dari tetua induk lebih besar yang dominan dari pada yang resesif. Itu menunjukan bahwa gen dominan lebih sering muncul dari pada gen resesif.

Padi adalah salah satu tanman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari serealia setelah jagung semdariketigamarga (genus) yang sama, yang disebut padiliar. Produksi padi didunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum, namun demikian, padi merupakan sumber karbuhidrat utama bagi penduduk dunia.

Padi (Oriza sativa L) merupakan salah satu tanaman utama dari family Poaceae. Tanaman ini merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan tingkat penyerbukan silang yang sangat rendah, sehingga dalam secara alami akan memiliki akan memiliki konstitusi genetic homozygote homogenus. Tanaman ini memiliki 24 kromosom dalam kondisi diploid. Oriza sativa dibagi menjadi tiga varietas yaitu Indicayang terdapat di daerah tropis, Japonica yang terdapat didaerah subtropics, dan Javanicayang berkembang di Indonesia. Khusus untuk kelompok Javanica sekarang telah diklasifikasikan menjadi kelompok Japonicasub kelompok Tropical Japonica (Hairmainsis, 2005)

Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan karbohidrat yang tinggi dari padi maka dilakukan perbaikan kualitas dan kuantitas dari tanaman padi dengan cara persilangan. Bioteknologi dan rekayasa genetika sangatlah membantu perbaikan kualitas dan kuantitas dari tanaman padi. Sejang penghubung abad ke-20 di kembangkan pula tanaman padi hibrida. Padi hibrida adalah tanaman padi hasil persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua di seleksi secara tepat maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dari pada tetua tersebut.

Walaupun begitu terdapat juga kekurangan dari budidaya padi hibrida ini yaitu harganya yang relatif mahal serta petani harus membeli bibit yang baru lagi karena padi hasil panen sebelumnya tidak dapat di jadikan bibit. Hal yang perlu di perhatikan untuk memproduksi benih hibrida yaitu : 1)Galur mandul jantan yaitu varietas padi tanpa serbuk sari yang hidup dan berfungsi yang kemudian di anggap sebagai tetua betina dan menerima serbuk sari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih hibrida, 2)Galur pelestari yaitu varietas atau galur yang berfungsi untuk memperbanyak galur mandul jantan, 3)Tetua jantan yaitu varietas padi dengan fungsi reproduksi normal yang di anggap sebagai jantan untuk menyediakan serbuk sari bagi tetua betina di lahan produksi benih yang sama. Beberapa padi hibrida yang telah di luncurkan yaitu diantaranya Intani I, Intani II, Rokan, Maro, Miki I, Miki II, Miki III, Long Ping Pusaka I, Long Ping Pusaka II, Hibrido R-2, Batang Samo, Hipa 3, Hipa 4, PP1, Adirasa, Mapan 4, Manis-5, Bernas super dan bernas prima.

Persilangan pada padi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Persilangan padi secara alami dilakukan dengan bantuan angin sedangkan buatan di bantu dengan manusia. Persilangan padi secara buatan biasanya menghasilkan padi yang umur ganjah batang pendek anakan produktif banyak dan hasil yang relatif tinggi. Sedangkan pada padi persilangan sendiri hasil yang di dapat relatif berumur panjang dan tanamannya tinggi, anakan produktif relatif sedikit serta hasil sedikit. Menurut harapan (1982) terdapat banyak cara atau metode untuk menyilangkan padi secara buatan di antaranya : silang tunggal (single cross) merupakan persilangan padi yang hanya melibat tetua saja, silang puncak (top cross) merupakan persilangan antara F1 dan tetua lainnya, dan dan silang ganda (double cross) merupakan persilangan antara F1 dan F1 dari persilangan tunggal. Silang balik (back cross) merupakan persilangan F1 dengan salah satu tetuanya.

Adapun teknik persilangan pada ini yaitu: 1) kastrasi yaitu membuang bagian-bagian dari tanaman yang dapat menggganggu persilangan. Kastrasi biasanya dilakukan sehari sebelum persilangan, dilakukan agar putik menjadi masak sempurna saat penyerbukan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam mengekstraksi yaitu setiap bunga memiliki enam benang sari dan dua kepala putik yang tidak boleh rusak, 2) Emaskulasi yaitu mengambil benang sari dari bunga dengan cara menyedot atau mengambilnya dengan pinset kecil. Bunga yang telah bersih dari benang sari itu ditutup dengan glacine bag atau sungkupn agar tidak dimasuki oleh benang sari yang tidak dikehendaki. Proses ini sebaiknya dilakukan pada jam 03.00 sore.

Keberhasilan perssilangan tanaman padi

Ø Memiliki tingkat sensitifitas tinggi terhadap T dan kelembaban (antheis dan pembentukan biji).

Ø Beberapa peneliti menyebutkan anthesis dan pembentukan biji tergantung pada genotipenya ( Coffman dan Herrera, 1981)

Ø Kondisi tanaman sebagai tetua

– Mengetahui jenis-jenis padi hibrida

– Mengetahui perbedaan antara padi hibrida dan padi non hibrida

– Mengetahui ciri-ciri padi hibrida

– Mengetahui tingkat pertumbuhan dan produksi di derah Bayongbong

Dalam kunjungan lapangan ke area padi hibrida yang di laksanakan pada tanggal 11 Mei 2014 di Kecamatan Bayombong Kabupaten Garut. Dari hasil kunjungan tersebut terdapat beberapa banyak varietas padi hibrida dan ada pula varietas yang didatangkan dari jepang untuk di uji coba di Indonesia. Adapun cara membedakan antara padi hibrida dengan padi non hibrida adalah dilihat dari struktur padi, Jika padi hibrida mempunyai ukuran yang pendek sedangkan padi non hibrida cenderung tinggi,

dilihat dari batang padi hibrida mempunyai pariasi warna yang berbeda-beda ada yang berwarna ungu, coklat, hijau dan kuning seangkan padi non hibrida cenderung berwarna hijau, selain itu padi hibrida mempunyai batang yang cukup kokoh. Dilihat dari daun padi hibrida mempunyai struktur daun yang lembut seedangkan non hibrida mempunyai daun yang kasar. Selain itu daun dari padi hibrida berbentuk lebih runcing dari pada padi non hibrida. Dalam segi pemupukanpun berbeda, Padi hibrida lebih banyak membutuhkan pupuk dari pada padi non hibrida karena padi hibrida lebih boros penyerapan pupuknya dibanding padi non hibrida. Selain itu juga padi hibrida hanya memerlukan air yang sedikit di banding dengan non hibrida yang memerlukan air cukup banyak

Dari hasil kunjungan lapangan di atas bahwa setiap tanaman padi baik itu padi hibrida maupun non hibrida memerlukan perawatan yang intensif agar bisa menghasilkan produktivitas yang baik karena baik itu padi hibrida maupun non hibrida dalam produktivitasnya tergantung dalam perawatan kita sendiri dan tergantung varietas yang digunakan.

KUNJUNGAN KE CISURUPAN ( PT CAMP)

Dalam pertanian, varietas hibrida adalah kultivar yang merupakan keturunan langsung (generasi F1) dari persilanganantara dua atau lebih populasi suatu spesies yang berbeda latar belakang genetiknya(disebut populasi pemuliaan atau populasi tangkaran). Syarat populasi pemuliaan untuk dapat dipakai sebagai tetua dalam varietas hibrida adalah homogen dalam penampilan (fenotipe) namun tidak perlu homozigot. Persilangan untuk penciptaan varietas hibrida dapat terjadi pada pemuliaan tanaman maupun pemuliaan hewan.Varietashibrida dibuat untuk mengambil manfaat dari munculnya kombinasi yang baik dari tetua-tetua yang dipakai. Keturunan persilangan langsung antara dua tetua yang berbeda latar belakang genetiknya dapat menunjukkan penampilan fisik yang lebih kuat dan lebih memiliki potensi hasil yang melebihi kedua tetuanya. Gejala ini dikenal sebagai heterosis dan merupakan dasar bagi produksi berbagai kultivar hibrida, seperti jagung, padi, kelapa sawit, kakao, dan berbagai jenis tanaman sayuran seperti tomat, mentimun, dan cabai. Heterosis membuat kultivar hibrida memiliki daya tumbuh (vigor) yang lebih tinggi, relatif lebih tahan penyakit, dan potensi hasilnya lebih tinggi. Heterosis akan muncul kuat apabila kedua tetuanya relatif homozigot dan memiliki latar belakang genetik yang relatif jauh (tidak banyak memiliki kesamaan alel).Benih varietas hibrida merupakan benih yang dihasilkan secara hati-hati dalam lingkungan yang terkendali. Berbeda dengan benih biasa yang dihasilkan secara penyerbukan terbuka oleh angin maupun seranggasehingga sumber serbuk sarinya bisa datang dari mana saja, termasuk dari luar kawasan pertanian. Jika benih hibrida yang ditumbuhkan petani bersifat fertil dan mampu menghasilkan benih.Produksi benih kentang bermutu varietas unggul yang tepat jenis, varietas, mutu, jumlah, tempat, waktu dan harga dimulai dari produksi plantlet kentang dengan teknik kultur jaringan, yang dilakukan di laboratorium kultur jaringan. Selanjutnya, plantlet diaklimatisasi dalam media steril dan dalam ruang bebas serangga untuk menghasilkan umbi mikro (G0). Kemudian benih G0 ditanam untuk menghasilkan benih G1, demikian seterusnya G1 menghasilkan G2, G3 dan G4. Benih generasi keempat (G4) inilah yang merupakan benih sebar yang digunakan oleh petani.

Masih rendahnya penyediaan benih kentang bermutu hasil kultur jaringan, antara lain disebabkan oleh tingginya kebutuhan investasi bagi penangkar dan sangat lamanya waktu siklus usaha penangkar. Dari sejak aklimatisasi plantlet hingga menghasilkan benih sebar G4, dibutuhkan waktu sekitar 2 tahun. Dengan kondisi tersebut sangat sedikit petani atau pengusaha yang mampu menjadi penangkar benih kentang bermutu di Indonesia, kendati pasarnya masih sangat luas.

Benih kentang bermutu diproduksi melalui beberapa generasi, di antaranya plantlet, G0, G1, G2, G3 sampai dengan G4 (G0 dibaca Generasi nol dan seterusnya sampai G4). Plantlet atau Pre-nuclear didapat dari pemurnian varietas kentang dengan teknik kultur jaringan yang dilakukan di dalam laboratorium. Plantlet yang ada distek dan ditanam dalam screen house A untuk menghasilkan benih kentang G0 atau Nuclear, hasil panen yang berupa benih G0 disimpan di dalam gudang untuk kemudian ditanam lagi di screen house B untuk menghasilkan Elite Seed atau benih G1. Benih G1 kemudian ditanam lagi di lapangan untuk menghasilkan benih dasar G2 dan hasil panen disimpan dalam gudang.

· Mengetahui proses persilangan pada perusahaan local,

· Mengetahui hasil dari persilangan tersebut

· Mengetahui varietas yang unggul di derah tersebut

Dalam kunjungan yang dilakukan pada tanggal 11 Mei 2014 ke PT CAMP Cisurupan, disana dilakukan persilangan tanaman sayuran yaitu tanaman tomat, mentimun dan cabai, namun yang sudah berhasil yaitu tanaman mentimun, dimana dilakukan persilangan Varietas mars dengan Vaarietas Pluto, dimana setiap varietas mempunyai keunggulan masing-masing, seperti beuahnya banyak, cepat berbuahnya, rasanya enak dan bentuknya disukai dipasarn.

Oleh karena itu perusahaan tersebut menyilangkan kedua varietas itu supaya kriteria yang diinginkan tadi ada dalam satu jenis varietas, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani yang menanam varietas tersebut, walau pun perusahaan tersebut mendapatkan sumber benih impor dari uar negeri dan hasilnya dilaporkan kepada pemilik benih asal, tetapi sebagai pelaksana dilapangan setidaknya akan mengetahui apa keunggulan yang dihasilkan dari persilangan tersebut.

Salah satu teknik pemuliaan untuk perbaikan sifat adalah poliploidi.poliploidi adalah keadaan sel dengan penambahan satu atau lebih genom dari genom dari genom normal 2n=2x

Fenomena polipoidi di alam dapat dibagi atas : 1) autpolipliod, (penambahan genom dimana pasangan kromosomnya homolog), dan 2) allopolyploid (penambahan genom dimana kromosomnya tidak homolog). Secara umum autopolyploid sama dengan diploid, perbedaannya hanya tergantung pada genotip asal, serta terjadi peningkatan ukuran sel merismatik dan sel penjaga (Sparrow, 1979; Poehlman dan Sleper, 1995). Sedangkan tanaman allopolyploid dihasilkan menurut sparrow (1979) adalah untuk mengkombinasi karakter-karakter yang diinginkan dari dua tetua diploid kedalam saru tanaman.

Secara alami penampakan morfologi tanaman poliploidi lebih besar dari spesies diploid, seperti permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih tebal dan tanaman lebih tinggi (Kuckuck, Kobabe dan Wenzel, 1991). Selain itu, menurut Thomas (1993) poliploidi menunjukan resisten terhadap penyakit, rasanya lebih enak, mudah dicerna, sebagian besar berstruktur karbohidrat dan seratnya kurang kasar. Karmana (1989) menyatakan bahwa tanaman budidaya poliploidi berperan besar dalam penyediaan protein, lemak dan karbohidrat dunia dibandingkan dengan tanaman diploid. Dengan demikian metode pemiliaan tanaman melalui perakitan poliploidi diharapkan dapat menanggulangi krisis pangan dunia.

Untuk mempelajari berbagai variasi pertumbuhan akibat perubahan jumlah set genom/kromosom

V.3. Bahan dan Alat Percobaan

Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah bahan tanaman yang berupa tanaman mawar yang ditanam pada polybag dan memiliki beberapa mata tunas pada ketiak daunnya, Alat-alat yang digunakan adalah beberapa tabung raksi, petridish, pipet, gela ukur, polybag berukuran sekira 20cm x 10cm, kertas label, benang katun, alat tulis.

Ø Siapkan larutan konsentrasi larutan kolkisisn 7% dalam Petridis,.

Ø Siapkan kapas yang sudah di tempelkan pada bagian tanaman yang memiliki calon tunas yang baik

Ø Ikat kapas supaya tidak terlepas dari posisi yang diinginkan

Ø Lalu tetesi kapas dengan larutan kolkisin 7% sebanyak tiga tetes

Setelah dilakukan percobaan pada tanaman mawar yang diberi larutan kolkisin sebanyak 7%, tunas tanaman mawar tumbuh bdengan baik, namun belum Nampak perbedaan yang diinginkan, dikarnakan waktu pengamatan yang sebentar, sehingga kurang maksimal darii apa yang diinginkan

ADAPTASI PADA TANAMAN TERCEKAM

Cekaman biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman. Campbell mendefinisikan cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan.

Cekaman merupakan faktor lingkungan biotik dan abiotik yang dapat mengurangi laju proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari cekaman melalui berbagai mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat dari cekaman dan proses fisiologis yang terpengaruh. Respon ini bersama-sama memungkinkan tanaman untuk mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut. Jika tanaman akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut memiliki tingkat resistensi terhadap cekaman. Contoh cekaman adalah kekurangan nitrogen, kelebihan logam berat, kelebihan garam dan naungan oleh tanaman lain

pada umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

(1) cekaman biotik, terdiri dari: (a) kompetisi intra spesies dan antar spesies, (b) infeksi oleh hama dan penyakit, dan

(2) cekaman abiotik berupa: (a) suhu (tinggi dan rendah), (b) air (kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi), (d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida), (e) angin, dan (f) suara.

Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah salin.

Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air. Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman.

Adapun tujuan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui cekaman terhadap fungsi fisiologis.

2. Untuk mengetahui cara tumbuhan beradaptasi terhadap cekaman fisiologis.

VI.3. Bahan dan Alat Percobaan

Benih tanaman kedelai, aquadest, konsentrasi larutan kolkisin, kapas, media tanam ( tanah steril + pupuk organik = 1:1). Alat-alat yang digunakan adalah beberapa tabung raksi, petridish, pipet, gela ukur, polybag berukuran sekira 20cm x 10cm, kertas label, benang katun, alat tulis.

– Timbang garam dengan cawan seberat 26,31 gr, dimana berasal dari rumus M=(m/Mr)x(1000/V)

– Garam dicampur dengan 9000 ml Aquadest

– Dibagi kedalam 3 gelas ukur, masing-masing 300 ml

– Benih kedelai ditetesi larutan kolkisin sebanyak 0,5 ml

– Ditunggu selama 15 menit

– Setelah itu benih ditanam didalam media tanah dan pupuk organic,

– Lalu disiram dengan larutan garan tadi sampai jenuh

– Setelah itu ditutup dengan plastic selama 12 jam

– Lalu amati selama 5 hari.

Setelah dilakukan percobaan tersebut, dan pengamatan selama 5 hari, benih mengalami kebusukan, sehingga tidak dapat tumbuh, mungkin media yang terlalu lembab sehingga benih kedelai tersebut busuk. Dari hasil tersebut menyimpulkan bahwa percobaan tersebut mengalami kegagalan dan hasil yang tidak memuaskan.