zenduck.me: Peraih Nobel Perdamaian Uskup Desmond Tutu Meninggal di Usia 90


Untung99 menawarkan beragam permainan yang menarik, termasuk slot online, poker, roulette, blackjack, dan taruhan olahraga langsung. Dengan koleksi permainan yang lengkap dan terus diperbarui, pemain memiliki banyak pilihan untuk menjaga kegembiraan mereka. Selain itu, Untung99 juga menyediakan bonus dan promosi menarik yang meningkatkan peluang kemenangan dan memberikan nilai tambah kepada pemain.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian zenduck.me dengan judul zenduck.me: Peraih Nobel Perdamaian Uskup Desmond Tutu Meninggal di Usia 90 yang telah tayang di zenduck.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Jakarta, Beritasatu.com – Uskup Agung Desmond Tutu, peraih Nobel Perdamaian yang membantu mengakhiri apartheid di Afrika Selatan, meninggal dunia pada usia 90 tahun, Minggu (26/12/2021).

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan, meninggalnya Desmond Tutu menandai babak duka karena perpisahan seluruh bangsa dengan (seorang dari) generasi Afrika Selatan yang luar biasa.

Dia mengatakan Uskup Agung Tutu telah membantu mewariskan sebuah Afrika Selatan yang dibebaskan.

Tutu adalah salah satu tokoh negara yang paling terkenal di dalam dan luar negeri.


Tutu pada 19 Januari 1986. (AFP)

Sezaman dengan ikon anti-apartheid Nelson Mandela, dia adalah salah satu kekuatan pendorong di belakang gerakan untuk mengakhiri kebijakan segregasi dan diskriminasi rasial yang diberlakukan oleh pemerintah minoritas kulit putih terhadap mayoritas kulit hitam di Afrika Selatan dari 1948 hingga 1991.

Tutu dianugerahi hadiah Nobel pada 1984 untuk perannya dalam perjuangan untuk menghapuskan sistem apartheid, kebijakan politik rasial yang diterapkan di Afrika Selatan di mana terdapat pemisahan hak dan kewajiban antara ras kulit putih dan kulit hitam yang disahkan melalui undang-undang.


 Pada pemakaman 7 korban kerusuhan ras di Soweto, Agustus 1990. (AFP)

Kematian Tutu terjadi hanya beberapa minggu setelah presiden terakhir era apartheid Afrika Selatan, FW de Klerk, meninggal pada usia 85.

Presiden Ramaphosa mengatakan Tutu adalah seorang pemimpin spiritual ikonik, aktivis anti-apartheid dan juru kampanye hak asasi manusia global.


Tutu dan FW de Klerk. (AFP)

Dia menggambarkannya sebagai seorang patriot tanpa tandingan, seorang pemimpin prinsip dan pragmatisme yang memberi makna pada wawasan alkitabiah bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati.

“Seorang pria dengan kecerdasan luar biasa, integritas dan tak terkalahkan melawan kekuatan apartheid, dia juga lembut dan rentan dalam belas kasihnya bagi mereka yang menderita karena penindasan, ketidakadilan dan kekerasan di bawah apartheid, dan orang-orang yang tertindas di seluruh dunia,” katanya.

Ditahbiskan sebagai imam pada 1960, Tutu melayani sebagai uskup Lesotho dari 1976-1978, asisten uskup Johannesburg dan rektor sebuah paroki di Soweto.


Menyerukan aksi damai pada pemakaman 15 korban bentrokan warga dengan polisi, Juli 1985. (AFP)

Pemilik nama lengkap Desmond Mpilo Tutu ini menjadi Uskup Johannesburg pada 1985, dan diangkat sebagai Uskup Agung kulit hitam pertama di Cape Town.

Tutu menggunakan perannya yang terkenal untuk berbicara menentang penindasan orang kulit hitam di negerinya. Ia selalu mengatakan bahwa motifnya adalah agama, dan bukan politik. Ia menyuarakan kesetaraan berdasarkan pendiriannya sebagai seorang Kristen.

Setelah Mandela menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan pada 1994, Tutu ditunjuk olehnya ke Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk untuk menyelidiki kejahatan yang dilakukan oleh orang kulit putih dan kulit hitam selama era apartheid.


Desmond Tutu, Mandela, dan FW de Klerk. (AFP)

Dia juga dipuji karena menciptakan istilah Rainbow Nation atau Bangsa Pelangi untuk menggambarkan campuran etnis Afrika Selatan pasca-apartheid

Istilah itu ia munculkan setelah jatuhnya rezim apartheid pada 1994 dan berkuasanya Kongres Nasional Afrika atau ANC (African National Congress).

Meskipun apartheid resmi dihapus pada tahun 1990, situasi di Afrika Selatan masih belum lepas dari masalah kemanusiaan.

Menurut Tutu, masih ada dosa dan juga benih yang berkelanjutan yang dapat menghasilkan kemungkinan terjadinya penindasan kembali.


Mandela dan Desmond Tutu. (AFP)

Ia berpendapat bahwa orang yang ditindas kelak dapat menjadi penindas karena dosa membuat kemungkinan ini menjadi ada.

Seperti dikutip BBC, di tahun-tahun terakhirnya Tutu menyatakan penyesalan bahwa negara itu tidak bersatu seperti yang ia impikan.

Tutu lahir di Klerksdorp, Transvaal, Afsel, 7 Oktober 1931. Ayahnya adalah seorang guru sekolah namun ibunya tidak menempuh pendidikan.

Memasuki usia dewasa, ia dilatih sebagai guru dan menikah dengan Nomalizo Leah Tutu.

Pada 1960, ia ditahbiskan sebagai imam Anglikan dan pada 1962 pindah ke Inggris untuk belajar teologi di King’s College London.


Dengan Barack Obama. (AFP)

Pada 1966 ia kembali ke Afrika bagian selatan, mengajar di Seminari Teologi Federal dan kemudian Universitas Botswana, Lesotho dan Swaziland.

Pada 1972, ia menjadi direktur Dana Pendidikan Teologi untuk Afrika, sebuah posisi yang berbasis di London tetapi memerlukan tur reguler ke benua Afrika. Kembali ke Afrika bagian selatan pada t1975, ia pertama kali menjabat sebagai dekan Katedral St Mary di Johannesburg dan kemudian sebagai Uskup Lesotho.


Pada 7 Oktober 2021. (AFP)

Dari 1978 hingga 1985 ia adalah sekretaris jenderal Dewan Gereja-Gereja Afrika Selatan. Dia kemudian muncul sebagai salah satu penentang paling menonjol dari sistem pemisahan ras dan pemerintahan minoritas kulit putih di Afrika Selatan.

Dia adalah Uskup Johannesburg dari 1985 hingga 1986 dan kemudian Uskup Agung Cape Town dari 1986 hingga 1996. Pada dua jabatan itu, Tutu adalah orang Afrika kulit hitam pertama yang memegang posisi itu.


Desmond Tutu menangis. (AFP)

Ia memperingatkan pemerintah Partai Nasional waktu itu bahwa kemarahan pada apartheid akan mengarah pada kekerasan rasial. Namun demikian, sebagai seorang aktivis, ia menekankan protes tanpa kekerasan dan tekanan ekonomi asing.