Bacaan Sujud Sahwi Tata Cara Hukum Dan SebabSebabnya

Bacaan Sujud Sahwi, Tata Cara, Hukum, dan Sebab-Sebabnya

Sujud sahwi adalah sujud yang disyariatkan untuk menambal kekurangan dalam shalat tanpa mengulanginya. Berikut ini pembahasan lengkap bacaan sujud sahwi, tata cara, hukum dan sebab-sebabnya.

Pengertian Sujud Sahwi

Secara bahasa, sahwi (السهو) artinya lupa atau lalai. Kalimat as sahwu fi syai’in (السهو في شيئ) artinya meninggalkan sesuatu tanpa sengaja atau tidak tahu. Sedangkan kalimat as sahwu ‘an syai’in (السهو عن شيئ) artinya meninggalkan sesuatu dengan sengaja.

Ada dua kata dalam dalam bahasa Arab yang artinya lupa. Yakni an nasii (النسي) dan as saahii (السهي). Bedanya, menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili, an nasii jika diingatkan masih bisa ingat. Sedangkan as sahii sudah tidak bisa.

Secara istilah, sujud sahwi (سجود السهو) adalah sujud dengan tujuan untuk menambal kekurangan tanpa harus mengulangi shalat, karena meninggalkan perkara yang bukan asasi atau menambahkan sesuatu dalam shalat.

Rasulullah pernah lupa saat shalat Dzuhur. Beliau shalat sebanyak lima rakaat. Ketika shalat sudah selesai dan para sahabat mengingatkan, maka beliau pun sujud sahwi.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ لَهُ أَزِيدَ فِى الصَّلاَةِ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ . قَالَ صَلَّيْتَ خَمْسًا . فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ

Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat dzuhur lima rakaat. Beliau kemudian ditanya, “Apakah jumlah rakaat ini memang ditambah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Mengapa demikian?” Sahabat yang tadinya menjadi makmum mengatakan, “Anda telah melaksanakan shalat Dzuhur lima rakaat.” Lantas beliau pun sujud sebanyak dua kali setelah selesai salam itu. (HR. Bukhari)

Bacaan Sujud Sahwi

Bacaan sujud sahwi yang dianjurkan oleh para ulama, antara lain Imam Nawawi dalam Raduhatuth Thalibin, adalah:

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو

(Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw)

Artinya: Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa

Namun yang paling tidak diperselisihkan, bacaan sujud sahwi adalah sama seperti bacaan sujud pada umumnya. Sehingga boleh membaca:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْأَعْلَى

(Subhaana robbiyal ‘a’la)

Artinya: Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi

Boleh juga bacaan sujud sahwi:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

(Subhaanaka alloohumma robbanaa wa bihamdika alloohummaghfirlii)

Artinya: Mahasuci Engkau, ya Allah Tuhan kami dan segala puji bagiMu. Ya Allah ampunilah aku.

Hukum Sujud Sahwi

Menurut mazhab Hanafi, sujud sahwi hukumnya wajib. Jadi jika seorang imam atau seorang munfarid (shalat sendirian) lupa jumlah rakaatnya, ia wajib melakukan sujud sahwi. Jika tidak, ia dianggap berdosa. Adapun bagi makmum, ia harus mengikuti imam.

Wajibnya sujud sahwi ini jika memang waktunya memungkinkan. Jika salam dalam shalat Subuh bertepatan dengan terbitnya matahari, maka kewajiban sujud sahwi tersebut gugur. Demikian pula jika salam dalam shalat Ashar bertepatan dengan memerahnya matahari, maka kewajiban sujud tersebut gugur.

Menurut mazhab Maliki, sujud sahwi hukumnya sunnah muakkadah. Demikian pula menurut mazhab Safi’i.

Sedangkan menurut mazhab Hambali, hukumnya adalah wajib, namun terkadang bisa menjadi mandub dan mubah.

Ada empat hal menurut mazhab Hambali yang membuat hukum sujud sahwi menjadi wajib yakni:

Setiap sesuatu yang jika disengaja membuat shalat menjadi batal. Misalnya tidak melakukan suatu rukun shalat.

Meninggalkan hal yang wajib dalam shalat karena lupa. Misalnya tidak membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud.

Bimbang di tengah-tengah shalat. Seperti ragu jumlah rakaat yang sudah dilakukan.

Melagukan bacaan ayat dalam shalat hingga mengubah makna, baik lupa maupun tidak tahu.

Hukum sujud ini menjadi mandub jika melakukan perbuatan atau mengucapkan perbuatan masyru’ selain salam tetapi tidak pada tempatnya. Baik karena lupa maupun sengaja. Misalnya membaca tasyahud saat berdiri. Atau membaca surat pada rakaat ketiga dan keempat.

Hukum sujud sahwi menjadi mubah jika meninggalkan hal-hal sunnah.

Tata Cara Sujud Sahwi

Sujud sahwi dilakukan dengan cara bersujud dua kali sebagaimana sujud shalat pada umumnya. Niatnya, mengerjakan sujud sahwi.

Jika ia baru tahu kesalahannya setelah salam, seperti yang pernah dialami Rasulullah pada hadits di atas, maka sujud dilakukan di saat itu (di luar shalat).

Namun jika ia ragunya sebelum salam, maka sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Caranya adalah sujud dua kali sebelum salam. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ

“Jika salah seorang di antaramu ragu dalam shalatnya, hingga tidak tahu berapa rakaat yang sudah dikerjakan, apakah tiga atau empat rakaat, maka ia harus menghilangkan keraguan tersebut dan menetapkan mana yang lebih diyakini. Setelah itu, hendaklah ia sujud sebanyak dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim)

Sayyid Sabiq menjelaskan, “Jika datangnya penyebab sujud sahwi itu ketika sebelum salam, maka hendaklah sujud dilakukan sebelum salam. Sebaliknya, jika penyebab keraguan itu muncul sesudah salam, maka sujud pun dilakukan sesudahnya. Sedangkan hal-hal yang tidak termasuk dalam kedua keadaan di atas, maka seseorang boleh memilih pelaksanaan sujud sahwi, baik sesudah salam maupun sebelumnya.”

Asy Syaukani menjelaskan, dalam pelaksanaan sujud sahwi, harus mengikuti apa yang telah dicontohkan dan dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Jika sebab-sebab sujud itu terikat dengan sebelum salam, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Sedangkan jika ia terikat setelah salam, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudahnya. Jika tidak terikat dengan dua keadaan ini, maka ia boleh memilih sebelum atau setelah salam. Dalam masalah ini tidak ada perbedaan apakah yang menyebabkan sujud sahwi itu penambahan atau pengurangan rakaat.”

Sebab-Sebab Sujud Sahwi

Para ulama berbeda pendapat mengenai sebab-sebab yang menimbulkan sujud sahwi. Karenanya kita mulai dari sebab-sebab sujud sahwi yang disepakati.

1. Kekurangan rakaat

Jika kekurangan rakaat dan tahunya setelah salam, maka ia harus menambah rakaat yang kurang tersebut. Selesai salam, ia melakukan sujud sahwi.

Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengerjakan shalat bersama kami pada salah satu shalat fardhu di siang hari. Ternyata beliau hanya melaksanakan shalat dua rakaat dan langsung mengucap salam.

Beliau kemudian mendatangi sebuah kayu yang melintang di masjid. Beliaupun bersandar ke arah kayu tersebut seolah-olah sedang marah. Tangan kanannya diletakkan di atas tangan kirinya sambil memasukkan jari jemarinya. Sedangkan pipinya diletakkan di atas telapak kirinya bagian luar.

Jamaah shalat pun bergegas keluar dari pintu-pintu masjid sambil mengatakan, “Shalat diqasharkan.”

Dari sekian banyak sahabat tersebut terdapat Abu Bakar dan Umar. Keduanya segan menanyakan peristiwa yang sedang terjadi. Kebetulan di antara mereka terdapat seorang sahabat bernama Dzulyudain, yang menanyakan peristiwa itu.

“Ya Rasulullah, apakah engkau terlupa, ataukah shalat tadi memang diqashar?” Beliau bersabda, “Aku tadi terlupa dan shalat itu tidaklah diqashar.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada sahabat yang hadir, “Apakah betul apa yang ditanyakan Dzulyadain tersebut?” Para sahabat menjawab dengan serentak, “Benar.”

Akhirnya beliau pun masuk lagi ke dalam masjid dan menyelesaikan kekurangan shalat yang tertinggal dan kemudian mengucap salam. Setelah salam, beliau bertakbir dan sujud, seperti biasanya bersujud tetapi waktunya agak panjang. Lalu beliau mengangkat kepala dan bertakbir. Seterusnya beliau bertakbir lagi dan sujud seperti biasanya dan waktunya lebih lama dibandingkan sujud yang pertama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya kembali. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Kelebihan rakaat

Jika kelebihan rakaat dan tahunya setelah salam, maka ia harus melakukan sujud sahwi. Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud:

Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat dzuhur lima rakaat. Beliau kemudian ditanya, “Apakah jumlah rakaat ini memang ditambah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Mengapa demikian?” Sahabat yang tadinya menjadi makmum mengatakan, “Anda telah melaksanakan shalat Dzuhur lima rakaat.” Lantas beliau pun sujud sebanyak dua kali setelah selesai salam itu. (HR. Bukhari)

3. Lupa bertasyahud awal

Jika seorang imam langsung berdiri setelah rakaat kedua tanpa tasyahud awal dan berdirinya terlanjur sempurna, maka sebelum salam ia harus melakukan sujud sahwi. Sebagaimana hadits dari Ibnu Buhainah:

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَامَ مِنِ اثْنَتَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ لَمْ يَجْلِسْ بَيْنَهُمَا ، فَلَمَّا قَضَى صَلاَتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ بَعْدَ ذَلِكَ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat, lalu setelah dua rakaat beliau langsung berdiri. Para makmum pun spontan membaca tasbih, tetapi beliau tetap meneruskan shalatnya. Ketika akhir shalat, barulah beliau sujud sebanyak dua kali dan kemudian mengucapkan salam. (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلاَ يَجْلِسْ وَيَسْجُدْ سَجْدَتَىِ السَّهْوِ

Apabila salah seorang di antara kalian langsung berdiri dari dua rakaat dan berdirinya itu belum sempurna, maka hendaklah ia duduk kembali. Tetapi jika telah sempurna berdiri, maka janganlah duduk dan hendaklah ia sujud sahwi sebanyak dua kali. (HR. Ibnu Majah)

4. Ragu jumlah rakaat

Jika ragu jumlah rakaat, hendaklah memilih rakaat yang diyakini (yang paling sedikit) dan kemudian meneruskan shalatnya. Sebelum salam, mengerjakan sujud sahwi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ

“Jika salah seorang di antaramu ragu dalam shalatnya, hingga tidak tahu berapa rakaat yang sudah dikerjakan, apakah tiga atau empat rakaat, maka ia harus menghilangkan keraguan tersebut dan menetapkan mana yang lebih diyakini. Setelah itu, hendaklah ia sujud sebanyak dua kali sebelum salam. Sekiranya ia melakukan lima rakaat, maka genaplah shalatnya dengan sujud sahwi. Jika ia telah benar empat rakaat tapi masih ragu, maka sujud sahwinya itu adalah untuk menjengkelkan syetan.” (HR. Muslim)

Sebab Sujud Sahwi menurut 4 Mazhab

Menurut mazhab Hanafi, hal-hal berikut ini juga menjadi sebab sujud sahwi:

Tidak membaca surat Al Fatihah atau sebagiannya pada dua rakaat pertama shalat fardhu

Tidak membaca surat atau tiga ayat pendek atau satu ayat panjang setelah Al Fatihah pada dua rakaat pertama shalat fardhu

Terbalik bacaan yang seharusnya dibaca keras malah dibaca pelan dan yang seharusnya dibaca pelan malah dibaca keras

Tidak membaca tasyahud pada duduk terakhir

Lupa sujud hanya satu kali kemudian ingat setelah berdiri lalu sujud kembali

Tidak tuma’ninah dalam ruku’ dan sujud

Mendahulukan surat lain dari Al Fatihah

Membaca surat pada dua rakaat terakhir dalam empat rakaat atau satu rakaat terakhir dalam tiga rakaat

Tidak membaca Qunut Subuh

Meninggalkan takbir pada shalat Id baik sebagian atau seluruhnya

Melakukan gerakan tambahan dalam shalat, misalnya ruku’ dua kali

Menurut mazhab Maliki, sebab sujud sahwi ada tiga. Yaitu adanya kekurangan, adanya penambahan dan adanya kekurangan beserta penambahan dalam shalat.

Yang dimaksud kekurangan adalah meninggalkan sunnah muakkadah dalam shalat baik sengaja ataupun lupa. Misalnya tidak membaca surat atau tidak melakukan takbir selain takbiratu ihram.

Yang dimaksud tambahan adalah sedikit penambahan gerak dalam shalat bagian gerak itu bagian dari shalat atau tidak. Contoh menambah jumlah ruku’ atau sujud. Atau kelebihan rakaat.

Menurut mazhab Syafi’i, sebab sujud sahwi ada empat yaitu:

Meninggalkan sunnah ab’adh seperti tasyahud awal dan qunut

Ragu dalam jumlah rakaat

Mengerjakan larangan (yang dapat membatalkan shalat jika disengaja) karena lupa. Misal mengucapkan beberapa kata atau menambah rakaat

Melakukan rukun, sunnah ab’adh, atau membaca surat tidak pada tempatnya

Menurut mazhab Hambali, sebabnya ada tiga. Yaitu penambahan, pengurangan dan bimbang dalam shalat. Pendapat ini juga sama dengan pendapat mazhab Syafi’i yang menyaratkan kejadian itu karena lupa. Jika terjadi karena sengaja dan dalam gerakan atau fi’li, maka shalatnya batal.

Demikian pembahasan lengkap sujud sahwi. Mulai dari pengertian, bacaan, hukum, tata cara hingga sebab-sebab sujud sahwi. Semoga bermanfaat, wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]